Tragedi Kanjuruhan, Valentino Jebret Mundur Jadi Komentator Liga 1
Tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang terus berdampak negatif. Presenter sepak bola, Radot Valentino Simanjuntak mengumumkan pengunduran dirinya sebagai host dan komentator BRI Liga 1 2022/2023 sejak Minggu (2/10).
Presenter yang kerap dipanggil Valentino Jebret itu mengaku sedih, prihatin dan kehilangan semangat usai kejadian yang merenggut nyawa lebih dari 120 orang itu. Ia bahkan merasa tragedi ini menjadi titik terendah dalam kariernya.
"Hilangnya semangat akan berdampak pada kontribusi saya yang tidak akan lagi memberikan hal yang maksimal," kata Valentino dalam keterangan tertulisnya seperti ditulis pada Senin (3/10).
Valentino mengatakan tragedi ini bukan hanya duka insan persepakbolaan nasional, namun juga internasional. "Nyawa seseorang bukan lagi permasalahan sepak bola, namun masalah kemanusiaan," katanya.
Sedangkan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) akan melakukan investigasi perihal penggunaan gas air mata yang digunakan aparat untuk membubarkan kericuhan suporter di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, yang menyebabkan 125 orang meninggal dunia.
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mengatakan, proses investigasi akan dilakukan mulai dari pihak penyelenggara, pengamanan, dan seluruh pihak terkait. Termasuk mengenai tahapan-tahapan untuk penerapan prosedur tersebut akan dilakukan audit oleh tim yang telah disiapkan.
Pendalaman dilakukan pada penerapan prosedur tetap (protap) dan tahapan yang telah dilakukan tim pengamanan yang bertugas saat pelaksanaan pertandingan, termasuk upaya penyelamatan para pemain dari para suporter.
"Itu dilakukan untuk menuntaskan dan memberikan gambaran terkait peristiwa yang terjadi dan tentunya siapa yang harus bertanggung jawab," ujar Listyo di Malang, Minggu (2/10).
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh aparat keamanan negara untuk mengatasi atau mengendalikan massa seperti itu tidak bisa dibenarkan.
Usman meminta agar aparat untuk mengusut tuntas persoalan ini. Sebab dia menilai peristiwa ini dapat dihindari jika aparat keamanan memahami aturan penggunaan gas air mata.
Tragedi ini bermula ketika tuan rumah Arema Malang dikalahkan Persebaya Surabaya dengan skor 2-3 pada pertandingan yang digelar pada Sabtu (1/10). Sejumlah suporter Arema yang tak puas lalu mendatangi pemain dan memicu kerusuhan.
Langkah ini diikuti ribuan suporter lain yang merangsek ke lapangan. Namun aparat merespons dengan menembakkan gas air mata, hal yang dilarang FIFA.
Diserang gas air mata, ribuan penonton panik dan berjubel di Pintu 12 Stadion Kanjuruhan. Penumpukan lautan massa di satu titik itu mengakibatkan lebih dari 120 orang tewas.