Menkes Permudah Dokter Spesialis Lulusan Luar Negeri Berkarier di RI
Kementerian Kesehatan mempercepat masa adaptasi bagi warga negara Indonesia (WNI) yang merupakan dokter spesialis lulusan luar negeri. Dokter yang dinilai kompeten bisa langsung bertugas tanpa menunggu kuota dari institusi pendidikan.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan program ini diharapkan bisa mendukung pemenuhan dokter spesialis di rumah sakit. Saat ini sudah ada tiga orang spesialis orthopedi dan traumatologi yang sudah lulus uji kompetensi dan siap bertugas.
"Ini membuka jalan dokter spesialis lulusan luar negeri berbakti di Indonesia dengan tanpa mengurangi kompetensi dan kualitasnya," kata Budi dalam keterangan tertulis, Jumat (18/11).
Tiga dokter tersebut siap memasuki masa adaptasi di rumah sakit penempatan mulai November 2024 hingga Oktober 2024. Ketiganya adalah:
1. dr. Einstein Yefta Endoh, asal pendidikan Filipina, penempatan di RSUD ODSK Provinsi Sulawesi Utara.
2. dr. Anastasia Pranoto, asal pendidikan Filipina, penempatan di RSUD Cut Meutia Aceh Utara.
3. dr. Ikhwan, asal pendidikan Malaysia, penempatan di RSUD dr Fauziah Bireuen, Aceh.
"Mereka adaptasi sambil praktik dan didampingi kolegium. Mereka juga akan diberikan insentif," kata Budi.
Sedangkan besaran insentifnya adalah Rp 24 juta untuk daerah terpencil, perbatasan, kelulauan; Rp 12 juta untuk Kalimantan, NTT, Sulawesi, Maluku, dan Papua namun di luar kepulauan dan perbatasan; serta Rp 7 juta untuk Sumatra, Jawa, Bali, dan NTB di luar daerah terpencil dan perbatasan.
Sejak dibuka pada awal tahun sampai November 2022, ada 35 orang pemohon program adaptasi ini. Mereka merupakan lulusan Cina, Filipina, Jepang, Jerman, Malaysia, Nepal, Rusia, dan Ukraina.
Salah satu dokter yakni Anastasia Pranoto mengatakan rangkaian adaptasi mulai pendaftaran, pemberkasan, serta uji kompetensi berjalan mudah dan cepat. Ia saat ini siap melayani pasien di bidang orthopedi dan traumatologi.
"Harapannya kami bisa memberikan sumbangsih dalam transformasi kesehatan," katanya.
Sedangkan Ketua Kolegium Orthopedi dan Traumatologi Indonesia, Dr. dr. Ferdiansyah, SpOT (K) mengatakan pendampingan tetap diperlukan untuk mengevaluasi psikomotor para dokter. Ini karena dalam proses pendaftaran dan uji, mereka hanya mengukur sisi akademik.
"Sehingga diperlukan bimbingan dan supervisi demi keselamatan pasien," kata Ferdiansyah.