Aturan Upah Perppu Ciptaker Dinilai Beratkan Buruh Ketimbang Pengusaha

Andi M. Arief
6 Januari 2023, 17:30
upah, buruh, pengusaha, perppu cipta kerja
ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/tom.
Buruh dari berbagai elemen melakukan unjuk rasa di depan Kantor Disnakertrans Jabar, Bandung, Jawa Barat, Selasa (15/11/2022).

Buruh dan pengusaha sama-sama memprotes aturan pengupahan dalam Peraturan Pengganti Undang-Undang atau Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Alasannya mulai dari standar formula yang tak sesuai dunia internasional hingga adanya indeks tertentu.

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah mengatakan ketentuan pengupahan tersebut sebenarnya berpotensi lebih merugikan buruh ketimbang pengusaha. 

Ini karena pemerintah memiliki kuasa untuk mengubah variabel yang ditentukan dalam penghitungan upah minimum kapan saja. Di sisi lain, ekonomi Indonesia sebenarnya lebih banyak bergantung pada konsumsi masyarakat ketimbang kondisi global dan ekspor yang menjadi syarat kegentingan Perppu.

Oleh sebab itu, Trubus menilai pasal tersebut menempatkan buruh pada posisi yang paling lemah dan dirugikan demi menyelamatkan korporasi.  "Jadi, pemerintah ini sebenarnya seperti menerbitkan panic policy," ujar Trubus kepada Katadata.co.id, Jumat (6/1).

Sebagai informasi, Pasal 88F Perppu mengatur soal formula pengupahan. Bunyi Pasal tersebut adalah: dalam keadaan tertentu pemerintah dapat menetapkan formula penghitungan Upah minimum yang berbeda dengan formula penghitungan Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88D ayat (2).

SedangkanPasal 88D ayat (2) menjelaskan bahwa variabel yang digunakan dalam formula upah minimum adalah pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu. 

Meski demikian, Trubus mengatakan buruh masih memiliki kesempatan untuk memperjuangkan haknya. Caranya dengan berperan aktif dalam pembentukan aturan turunan Perppu Cipta Kerja.

"Tentu peraturan turunan ini sebenarnya yang paling dinanti," kata Trubus.

Sedangkan Pengamat Kebijakan Publik Agus Agus Pambagio menyarankan pemangku kepentingan untuk tetap mengacu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terkait pengupahan. Menurutnya, legitimasi Perppu Cipta Kerja dipertanyakan lantaran tidak menyelesaikan masalah pada Undang-Undang Cipta Kerja.

"Nanti kalau pakai Perppu Cipta Kerja dan dibatalkan lagi? Ya kacau. Saya rasa Perppu Nomor 2 2022 masih rawan, mengapa pakai yang belum pasti?" kata Agus kepada Katadata.co.id, Jumat (6/1).

Agus menilai pemerintah harus menggodok aturan yang berada di tengah antara kepentingan investor dan buruh. Jika pemerintah berpihak pada buruh maka investor akan kabur, sedangkan kalau investor diutamakan maka buruh akan berteriak.

Agus berpendapat keseimbangan tersebut masih dapat ditemukan pada UU Ketenagakerjaan.

Sedangkan Kementerian Ketenagakerjaan mengatakan formula yang ditetapkan dalam Perppu menyempurnakan rumus yang telah ada. Ini karena formula sebelumnya dalam UU Cipta Kerja tak diterima seluruh pihak.

Formula upah minimum ditentukan oleh tiga variabel yaitu pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu. Hal itu berbeda dengan aturan sebelumnya di mana upah minimum ditentukan oleh inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Tak hanya itu, aturan pemerintah untuk menetapkan upah minimum juga hanya dilakukan jika daerah terkena bencana. Adapun,  bencana yang dimaksud harus ditetapkan sebagai bencana nasional.

"Dalam hal ini Menaker atas Presiden akan menetapkan upah minimum daerah tersebut," kata Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Indah Anggoro Putri dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (6/1).

Reporter: Andi M. Arief

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...