BRICS Sambut 6 Negara Anggota Baru, Indonesia Tak Termasuk
Kelompok negara-negara berkembang BRICS (Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan) sepakat menerima enam anggota baru untuk bergabung. Keenam negara yang masuk adalah Arab Saudi, Argentina, Ethiopia, Iran, Mesir, dan Uni Emirat Arab.
Kesepakatan ini diputuskan dalam Konferensi Tingkat Tinggi BRICS di Johannesburg, Afrika Selatan pada Kamis (24/8). Para pemimpin kelompok tersebut membuka perluasan anggota untuk mempercepat upaya merombak tatanan dunia yang dianggap ketinggalan zaman.
“Perluasan keanggotaan ini bersejarah,” kata Presiden Cina Xi Jinping seperti dikutip dari Reuters, Jumat (25/8).
Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa mengatakan enam kandidat baru akan secara resmi menjadi anggota pada 1 Januari 2024. Ramaphosa juga mengatakan BRICS telah memulai babak baru dalam membangun dunia yang adil.
“Kami memiliki konsensus mengenai fase pertama dari proses ekspansi ini dan fase lainnya akan menyusul.” katanya.
Negara-negara yang diundang untuk bergabung mencerminkan keinginan masing-masing anggota BRICS untuk membawa sekutu mereka ke dalam kelompok tersebut.
Sebagai contoh, Presiden Brasil, Luiz Inacio Lula da Silva sebelumnya melobi agar tetangga mereka, Argentina masuk BRICS. Sedangkan Mesir memiliki hubungan dagang yang kuat dengan India dan Rusia.
Rusia dan Iran memiliki tujuan yang sama dalam perjuangan melawan sanksi dan isolasi diplomatik yang dipimpin Amerika Serikat. Hubungan ekonomi kedua negara semakin erat usai invasi Rusia ke Ukraina.
"BRICS tidak bersaing dengan siapa pun," kata Presiden Rusia Vladimir Putin dalam pernyataannya secara virtual di KTT tersebut.
KTT tersebut juga dihadiri Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres. Dalam acara, Guterres berharap BRICS mampu mereformasi Dewan Keamanan PBB, Dana Moneter Internasional (IMF), dan Bank Dunia.
"Struktur tata kelola global saat ini mencerminkan dunia di masa lalu," kata Guterres.
Meski demikian, Indonesia tak bergabung dalam BRICS meski KTT tersebut dihadiri Presiden Joko Widodo. Jokowi mengatakan Indonesia masih mengkaji baik buruknya masuk dalam kelompok itu.
"Kita tidak ingin tergesa-gesa," kata Jokowi pada Kamis (24/8) seperti dikutip dari Antara.