Investor Lakukan Profit Taking, Rupiah Diramal Menguat ke 14.580/US$
Nilai tukar rupiah dibuka mekemah tipis tujuh poin ke level Rp 14.649 per dolar AS di pasar spot pagi ini. Namun, rupiah diramal berbalik menguat usai aksi profit taking atau ambil untung yang dilakukan investor pada perdagangan pekan lalu.
Mengutip Bloomberg, rupiah melanjutkan pelemahan ke level Rp 14.656 pada pukul 09.25 WIB. Ini semakin jauh dari posisi penutupan akhir pekan lalu di Rp 14.642 per dolar AS.
Mata uang Asia lainnya bergerak bervariasi. Pelemahan juga dialami peso Filipina 0,27% bersama dolar Taiwan 0,20%, won Korea Selatan 0,14%, ringgit Malaysia 0,07% dan dolar Hong Kong 0,01%. Sebaliknya, yen Jepang menguat 0,52% disusul dolar Singapura 0,30%, rupee India dan baht Thailand 0,23% serta yuan Cina 0,04%.
Analis pasar uang Ariston Tjendra memperkirakan rupiah akan menguat pada perdagangan hari ini karena adanya peluang aksi profit taking atau ambil untung yang dilakukan investor usai pelemahan tajam rupiah beberapa waktu terakhir. Rupiah diramal menguat ke Rp 14.580, dengan potensi resisten di kisaran Rp 14.680 per dolar AS.
"Nilai tukar rupiah berpotensi menguat terhadap dolar AS hari ini dengan kembalinya minat pasar terhadap aset berisiko," kata Ariston, Senin (23/5).
Rupiah sudah melemah sejak pekan pertama bulan ini. Sedangkan secara tahun kalender (ytd) rupiah sudah melemah 2,7% ke level 14.649 per dolar AS pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu. Bahkan nilai tukar mata uang Garuda sempat menyentuh level penutupan Rp 14.719 pada perdagangan Kamis (19/5), terburuk sepanjang tahun ini.
Di samping itu, Ariston menyebut penguatan rupiah hari ini akan ditopang oleh optimisme pasar yang masih besar terhadap prospek perekonomian global tahun ini. Pertumbuhan masih akan terlihat setelah adanya pelonggaran aktivitas di masa pandemi.
Dari dalam negeri, surplus besar neraca perdagangan bisa menopang penguatan rupiah. Hal ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang kembali membuka keran ekspor untuk produk CPO yang sempat dilarang. "Aktivitas yang menambah surplus neraca perdagangan menjadi sentimen positif untuk rupiah," ujarnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus neraca dagang pada April menyentuh rekor tertingginya sepanjang sejarah mencapai US$ 7,56 miliar, jauh di atas surplus bulan Maret US$ 4,54 miliar. Surplus jumbo tersebut tidak lepas dari kinerja ekspor yang masih berhasil tumbuh positif 3,11% dibandingkan bulan sebelumnya, sementara impor terkontraksi 10,01%.
Di samping itu, kondisi pandemi domestik yang semakin dilonggarkan bisa memicu penguatan rupiah. Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo belum lama ini mengumumkan pelonggaran aturan penggunaan masker di luar ruangan.
Namun, perdagangan rupiah hari ini bukan tanpa sentimen negatif. Ariston menyebut bila sentimen pengetatan moneter The Fed kembali muncul, dolar bisa menguat lagi.
Pasar saat ini mengantisipasi pertemuan The Fed pada tanggal 14-15 Juni. Bank Sentral AS itu sebelumnya menyebut berencana menaikkan suku bunga 50 bps pada pertemuan Juni dan Juli.