Kasus Gagal Bayar Asuransi Marak, Taspen Pastikan Investasinya Aman

Facebook Taspen Kita
Kantor Pusat PT Taspen (Persero). Taspen memastikan investasinya dialokasikan pada instrumen yang tingkat risikonya rendah, sedangkan saham hanya 5%.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
27/1/2020, 21.49 WIB

Seiring dengan ramainya kasus gagal bayar Asuransi Jiwasraya dan AJB Bumiputera 1912, Taspen (Persero) memastikan bahwa portofolio investasinya ditempatkan pada instrumen dengan tingkat risiko gagal bayar yang rendah.

Adapun sepanjang 2019 perusahaan berhasil mengantongi pendapatan dari hasil investasi sebesar Rp 9,11 triliun atau tumbuh hingga 19,08% dibandingkan tahun sebelumnya (year on year/yoy). Pendapatan tersebut berasal dari portofolio pendapatan tetap lebih dari 86%, sedangkan sisanya instrumen investasi lainnya, termasuk saham.

"Mayoritas investasi Taspen ditempatkan pada surat utang negara maupun obligasi korporasi dengan tingkat resiko yang sangat rendah, namun tetap memberikan imbal hasil yang  baik," kata Direktur Utama Taspen, Antonius N. Steve Kosasih dalam paparannya di Menara Taspen, Jakarta, Senin (27/1).

(Baca: Tampik Seperti Jiwasraya, 2019 Taspen Cetak Laba Bersih Rp 388 Miliar)

Lebih detailnya, porsi investasi di surat utang atau obligasi sebesar 67,5%, di mana sebagian besar merupakan obligasi pemerintah. Selain itu, Taspen juga menempatkan investasi di deposito sebesar 18,7%, di mana sebagian besar ditempatkan di bank BUMN.

Untuk menjaga likuiditas perusahaan dan keamanan dana, Taspen menempatkan hampir 80% deposito di bank BUMN dan 18% di Bank Pembangunan Daerah (BPD). Sementara, 2% sisanya ditempatkan pada bank umum yang merupakan anak usahanya bersama Bank Mandiri yaitu Bank Mandiri Taspen.

Taspen juga menempatkan investasinya sebesar 6,7% di reksadana, 4,9% di saham, dan 2,2% melalui investasi langsung. Dalam proses pemilihan saham untuk alokasi investasi, Steve menegaskan bahwa Taspen selalu mengutamakan aspek makro ekonomi dan fundamental.

(Baca: Ombudsman Bentuk Tim Investigasi Kasus Jiwasraya, Asabri, dan Taspen)

"Juga melihat prospek bisnis, likuiditas, dan valuasi perusahaan yang wajar dan saksama, serta memperhitungkan pula faktor teknikal," katanya.

Saham-saham emiten yang dipilih oleh Taspen sebagian sangat besar terdaftar pada Indeks LQ45 dan didominasi oleh saham-saham BUMN yang tergolong saham-saham blue chip dengan kapitalisasi pasar minimal Rp 2 triliun.

Pada instrumen reksa dana, Steve menjelaskan bahwa Taspen berinvestasi melalui maksimum 15 Manajer Investasi (MI) yang memiliki dana kelolaan (asset under management/AUM) antara Rp 4 triliun hingga Rp 50 triliun. Adapun 90% di antaranya adalah MI yang menduduki peringkat 15 besar dan hampir 50% penempatan reksa dana pada MI BUMN.

(Baca: Pemerintah akan Bentuk Lembaga Penjamin Polis Asuransi)

Reporter: Ihya Ulum Aldin