Komisi VI DPR bakal memanggil Menteri BUMN Erick Thohir beserta PT Bank Rakyat Indonesia Tbk dan PT Bank Tabungan Negara Tbk guna membahas klaim macet PT Asuransi Jiwasraya. BRI dan BTN diketahui turut menjual produk Saving Plan BUMN asuransi itu.
"Anggota komisi VI yang hadir sepakat bahwa ini perlu diselesaikan segera. Sekarang pimpinan komisi VI menjadwalkan waktunya," kata Anggota DPR RI Komisi VI Fraksi Gerindra Andre Rosiade saat audiensi dengan nasabah Jiwasraya di Gedung DPR, Rabu (4/12).
Jiwaraya sebelumnya gagal membayar klaim produk Saving Plan. Produk ini disalurkan melalui saluran distribusi bancassurance dengan sejumlah bank mitra, antara lain BRI, BTN, PT Bank ANZ Indonesia, PT Bank QNB Indonesia Tbk, PT Bank KEB Hana, PT Bank Victoria Tbk, dan PT Bank Standard Chartered Indonesia.
Berdasarkan dokumen RDP Jiwasraya yang diperoleh Katadata.co.id sebelumnya, Jiwasraya melakukan kesalahan dalam pembentukan harga produk tersebut dan lalai dalam berinvestasi. Produk ini ditawarkan dengan imbal hasil pasti sebesar 9% hingga 13% sejak 2013 hingga 2018, dengan periode pencairan setiap tahun.
(Baca: Jadi Korban Jiwasraya, Bos Samsung Indonesia Mengadu ke DPR)
Lantaran imbal hasil tersebut berada di atas rata-rata pasar, Jiwasraya pun berupaya menggenjot hasil investasi tanpa memperhatikan prinsip kehati-hatian. Hal ini membuat hasil investasi perusahaan justru memburuk di tengah kondisi pasar yang tak pasti.
Akibatnya, modal perusahaan minus hingga Rp 24 triliun per September 2019 dan membutuhkan dana Rp 32 triliun untuk mencapai ketentuan minimum OJK. Kondisi keuangan Jiwasraya lebih detail dapat dilihat dalam databoks di bawah ini.
Dokumen itu juga menyebut, terdapat 17.393 polis Saving Plan yang jatuh tempo pada 1 Oktober 2018 hingga 30 September 2019. Nilai portofolio itu mencapai Rp 17,12 triliun, mencakup utang pokok sebesar Rp 16,07 triliun dan bunga Rp 1,05 triliun.
Dari jumlah tersebut sebanyak 5.914 polis senilai Rp 5,88 triliun sudah diperpanjang, sedangkan sisanya 11.489 polis senilai Rp 9,87 triliun tidak di perpanjang. Jiwasraya juga memiliki portofolio jatuh tempo pada Oktober hingga Desember 2019 sebanyak 377 polis senilai Rp 380 miliar.
Menurut Andre, pihaknya telah meminta BUMN Asuransi ini untuk memisahkan portofolio investasi yang diduga bodong dari investasi asli. Hal ini lantaran, terdapat informasi bahwa sebagian investasi Jiwasraya tak sesuai dengan nilai yang tercantum dalam buku perusahaan.
(Baca: Erick Thohir Belum Diskusi dengan OJK soal Penyelamatan Jiwasraya)
DPR akan mulai membahas masalah Jiwasraya sebelum reses. Namun jika tak rampung sebelum 17 Desember mendatang, pembahasan akan dilanjutkan setelah reses.
Ia tak ingin memberikan harapan kosong kepada nasabah Jiwasraya yang ingin mendapat solusi cepat.
Di sisi lain, Andre menilai masalah yang membelit Jiwasraya saat ini tak lepas dari kelalaian dan kini menjadi pekerjaan rumah Otoritas Jasa Keuangan atau OJK selaku pengawas lembaga keuangan.
"Sebelum Jiwasraya ada namanya Bumiputera. OJK ini punya anggaran besar, kewenangannya besar, tapi kok bisa kecolongan dua kali," ungkapnya.