Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengungkapkan bahwa produsen baja asal Korea Selatan (Korsel), Pohang Iron and Steel Company (Posco) berencana berinvestasi sebesar US$ 3 miliar atau sektar Rp 42 triliun, untuk meningkatkan kapasitas pabrik baja milik perusahaan di Cilegon, Banten.
Silmy mengatakan dengan kerja sama tersebut kapasitas produksi pabriknya ditargetkan bisa menjadi sepuluh juta ton per tahun. Adapun saat ini kapasitasnya baru mencapai enam juta ton. "Target itu diharapkan bisa terwujud pada 2023-2025. Itu bagus untuk Indonesia," ujarnya di Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (21/11).
Rencana investasi asing perusahaan baja Korsel ini pun telah dilaporkan kepada Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin, dan kepada Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM).
(Baca: Selamatkan Industri Baja Nasional, Pemerintah Siapkan Regulasi Baru)
Tidak hanya itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga akan mendukung rencana investasi ini dengan rencana kunjungan ke Korsel. "Kami tahu bahwa pak Presiden akan datang ke Korea Selatan. Itu juga ada kaitannya dengan kerja sama dengan Posco," kata Silmy.
Selain membahas penambahan kapasitas pabrik Krakatau Steel. Silmy dan Budi Gunadi turut membahas adanya regulasi baru untuk menyelamatkan industri baja nasional.
Silmy mengatakan bahwa pemerintah perlu mengeluarkan regulasi baru untuk mempertahankan produk baja nasional. Sebab, baja berada di urutan ketiga komoditas yang dapat menekan neraca perdagangan Indonesia.
(Baca: Krakatau Steel Cetak Rekor Baru Produksi Baja Lembar Panas)
Dia pun menceritakan penyebab tumbangnya industri baja dalam negeri yang berawal dari adanya perjanjian perdagangan bebas melalui ASEAN-China Free Trade Area pada 2010. Selain itu, ada kecurangan dalam perdagangan, seperti mengelabui kode barang (circumvention) sehingga importir terbebas dari bea masuk.
Hal ini menyebabkan konsumsi baja nasional jauh tertinggal dari negara-negara tetangga. Singapura dan Malaysia, misalnya, konsumsi bajanya berkisar 300 kilogram (kg) per kapita per tahun, sedangkan Korea Selatan mencapai 1.100 kg per kapita per tahun. Sementara Indonesia hanya 50 kg per kapita per tahun.
Oleh karena itu, dia berharap regulasi baru dapat meningkatkan konsumsi baja nasional, dan dengan demikian Krakatau Steel bisa memperbaiki kondisi likuiditasnya. "Potensi pasar dalam negeri ada, tapi siapa yang menikmati potensi ini, apakah impor atau lokal?," kata dia.
(Baca: Krakatau Steel Ekspor Baja ke Australia 60 Ribu Ton per Tahun)