Produsen baja PT Gunung Raja Paksi Tbk telah memiliki beberapa strategi untuk menghadapi laju impor baja dari Tiongkok yang masuk ke dalam negeri. Salah satunya yaitu dengan melakukan sertifikasi label Standar Nasional Indonesia (SNI) pada baja yang diproduksinya.
Selain itu, perseroan juga aktif berkonsolidasi dengan asosiasi dan perusahaan di industri baja lainnya, untuk bersinergi agar bisa memasok sesuai dengan kebutuhan nasional.
"Kami mengantisipasi bagaimana kami menyuplai terhadap kebutuhan dalam negeri agar menahan laju impor yang masuk, ujar Direktur Utama Gunung Raja Paksi Alouisius Maseimilian saat ditemui di Jakarta, Selasa (3/9).
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) impor besi dan baja berkontribusi paling besar ke tiga terhadap total impor non migas Indonesia, yakni sebesar 6,48% atau US$ 5,83 miliar secara year to date (ytd), setelah impor mesin pesawat dan mesin peralatan listrik.
(Baca: Resmi Tawarkan Saham, Gunung Raja Paksi Bidik Rp 1,1 T untuk Akuisisi)
Nilai impor besi baja pada Juli 2019 tercatat naik 79,43% secara bulanan menjadi US$ 948,1 juta dari US$ 528,4 juta pada Juni. Sedangkan secara ytd, nilai impor baja pada Januari-Juli 2019 naik 2,78% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 5,67 miliar.
Menurut Alouisius produsen baja dalam negeri saat ini belum bisa memenuhi seluruh kebutuhan baja nasional. Permintaan baja juga masih tinggi, misalnya saja 78% total produksi baja dalam negeri dialokasikan untuk bahan baku konstruksi.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan perang dagang juga menjadi faktor impor besi dan baja Tiongkok meningkat pesat ke Indonesia dengan kenaikan sebesar 59,7% pada 2018 sekaligus mencatat rekor impor tertinggi di dunia.
"Hasil besi dan baja industri produktif Tiongkok paling banyak dialihkan ke Indonesia," kata Enggar di Cikarang, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.
(Baca: Baja Indonesia Kalah dari Tiongkok, Pemerintah Belum Bisa Batasi Impor)
Selain perang dagang, Tiongkok juga terus memperbesar pemasaran dengan pembebasan bea keluar untuk besi dan baja. Tingginya impor besi dan baja Tiongkok membuat industri hulu dan menengah khawatir karena produk dalam negeri kalah bersaing.
Di satu sisi, pembatasan impor bisa mengancam pertumbuhan dan produksi industri hilir yang menggunakan besi dan baja sebagai bahan baku. Meski demikian, Kementerian Perdagangan juga mencari celah untuk sedikit mengerem laju impor supaya keputusan tersebut tidak menjadi sengketa di World Trade Organization (WTO).
(Baca: Pemerintah Mulai Selidiki Anti-Dumping Baja Lapis Tiongkok-Vietnam )