Kinerja Keuangan Hero dan Retail Grup Lippo Jeblok di Semester I 2019
Kinerja industri retail belum menunjukkan perbaikan tahun ini. Hal tersebut setidaknya terlihat dari kinerja keuangan PT Hero Supermarket Tbk (HERO) dan perusahaan retail modern milik konglomerasi Grup Lippo, PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) yang masih anjlok di semester I-2019.
Hero Supermarket membukukan penjualan bersih sebesar Rp 6,67 triliun pada enam bulan pertama 2019. Jumlah tersebut turun 2,5% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 6,84 triliun. Sementara di posisi laba kotor, perseroan hanya mencatat kenaikan sebesar 0,5% menjadi Rp 1,83 triliun.
Adapun keuntungan atau laba tahun berjalan HERO pada semester lalu turun drastis 77% menjadi hanya sekitar Rp 8 miliar dari raihan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 34 miliar.
Presiden Direktur Hero, Patrik Lindvall mengatakan penjualan perusahaan yang 2,5% lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu, dipengaruhi oleh rencana optimalisasi toko perseroan untuk menunjang revitalisasi pada bisnis
makanan.
(Baca: Strategi Bertahan, Giant Tutup 6 Gerai)
Seperti diketahui, pada Mei lalu perusahaan baru saja menutup enam unit gerai di beberapa lokasi di Jabodetabek. Penutupan gerai tersebut diakui perusahaan sebagai upaya transformasi bisnis agar bisa bersaing di industri retail yang kompetitif dan untuk memenuhi preferensi pelanggan yang terus berkembang.
Namun, Patrick menyatakan, bisnis non-makanan, IKEA dan Guardian memiliki kinerja kuat dengan pertumbuhan penjualan keduanya mencapai dua digit.
Kienrja IKEA, menurut dia, terus berkembang pesat lantaran ditopang pertumbuhan bisnis e-commerce melalui website resmi perusahaan yang berhasil diluncurkan ulang pada akhir tahun lalu dan penambahan lebih banyak titik penjemputan (pick-up point) ke dalam jangkauannya.
Sementara untuk gerai kecantikan Guardian, perusahaan telah mempertahankan posisi harga pasar yang kuat melalui serangkaian renovasi gerai. Dengan fokus penjualan pada kategori produk kecantikan dan penambahan produk-produk bersertifikat halal, diklaim telah mendapat sambutan positif pelanggan sehingga menghasilkan peningkatan penjualan.
(Baca: Buka-Tutup Gerai, Strategi Bertahan di Tengah Ketatnya Persaingan)
Meski demikian, sejalan dengan meningkatnya penjualan dan kontribusi unit usaha, HERO juga terus melakukan ekspansi gerai. Hal ini yang kemudian ikut mempengaruhi profitabilitas perseroan, mengingat biaya pra-pembukaan toko cukup besar.
Terlebih, saat ini Hero Grup sedang membangun tiga gerai IKEA berukuran besar yaitu di Jakarta Garden City, Kota Baru Parahyangan, Bandung yang rencananya dibuka tahun depan serta merenovasi satu Giant hypermarket menjadi gerai IKEA di Sentul, Bogor.
"Pergerakan nilai tukar juga berdampak pada profitabilitas tetapi efek negatifnya diperkirakan akan sedikit berdampak di semester kedua," ujar Patrick.
Matahari Alami Rugi Rp 188 Miliar
Selain Hero, penurunan kinerja juga dicatat peretail lain di paruh pertama 2019. PT Matahari Putra Prima (MPPA), mencatat rugi bersih Rp 188 miliar pada semester I-2019. Meski begitu, kerugian perusahaan menyusut 28% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 262 miliar.
Kerugian Matahari salah satunya disebabkan oleh turunnya penjualan, baik yang berasal dari penjualan langsung maupun penjualan konsinyasi.
Mengutip laporan keuangan perusahaan, MPPA mencatat penjualan bersih Rp 4,64 triliun, turun 20,9% dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp 5,87 triliun. Namun, perseroan sempat mencatat laba kotor Rp 789 miliar seiring menyusutnya beban penjualan.
Manajemen Matahari sebelumnya berharap bisa mencatat keuntungan tahun ini. Caranya, dengan berfokus pada pengembangan bisnis gerai atau supermarket berformat lebih kecil, modern, dan menjual produk segar berorientasi pelanggan melaui gerai Hypermart, Foodmart, Boston dan FMX.
(Baca: Matahari Tutup 2 Supermarket Grosir karena Kurang Menguntungkan)
Perusahaan juga diketahui telah menutup dua gerai grosir SmartClub pada tahun lalu. Penutupan gerai tersebut dilakukan karena dinilai tidak efisien dengan kontribusi margin penjualan yang lebih kecil dibanding gerai jenis lain milik perusahaan.
Corporate Secretary Matahari Putra Prima Danny Kojongian mengatakan konsep business to business (B2B) seperti milik gerai SmartClub tidak lagi sesuai dengan model bisnis perusahaan.
Dengan luas area sekitar 5.500 meter persegi dengan basis pelanggan berasal dari segmen korporat atau perhotelan, perusahaan menilai sulit memperoleh keuntungan seperti yang diharapkan. "Meskipun gerainya besar, tapi marginnya kecil. Hanya sekitar single digit," katanya pada akhir April lalu.