Pengelola jaringan restoran waralaba Pizza Hut di Indonesia, PT Sarimelati Kencana Tbk (PZZA), meraup keuntungan atau laba bersih sebesar Rp 99,6 miliar pada semester I 2019. Angka ini tumbuh 21,6% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya Rp 81,9 miliar yang ditopang oleh meningkatnya penjualan dan menurunnya beban.
Mengutip laporan keuangan perusahaan, pada pertama 2019 Sarimelati mencatat penjualan bersih sebesar Rp 1,93 triliun, tumbuh 12,2% dibanding enam bulan tahun sebelumnya Rp 1,72 triliun. Sedangkan beban penjualan naik 13% menjadi Rp 631 miliar. Meski begitu, perusahaan masih memperoleh kenaikan laba kotor sebesar 12% menjadi Rp 1,30 triliun.
Di sisi beban, perusahaan mencatat beban penjualan Rp 1,90 triliun, meningkat 13% dari periode yang sama tahun lalu Rp 970 miliar. Diikuti kenaikan beban umum administrasi sebesar 9,4% dan beban operasi lainnya sebesar Rp 5 miliar, sehingga perusahaan hanya bisa mengantongi laba operasi Rp 134 miliar.
(Baca: Naik 16%, Pizza Hut Raup Pendapatan Rp 3,5 T pada 2018)
Meski demikian, perusahaan berhasil memperoleh pendapatan bunga sebesar Rp 4,76 miliar, yang mana jumlah tersebut naik sebesar 67% dari periode sebelumnya Rp 2,85 miliar. Sedangkan beban bunga dan keuangan perseroan juga turun tajam 73% menjadi 5,8 miliar dari sebelumnya Rp 21,8 miliar.
"Sehingga perusahaan memperoleh laba sebelum pajak Rp 132 miliar yang meningkat 22% dan laba bersih Rp 99,6 miliar atau yang juga mengalami kenaikan 21,6%," tulis manajemen perseroan dalam keterangan resmi, Rabu (31/7).
Sepanjang semester I 2019, perusahaan tercatat telah menambah 33 gerai baru yang terdiri dari Pizza Hut Restaurant (PHR), Pizza Hut Delevery (PHD) dan Pizza Hut Express (PHE). Sehingga, sampai dengan saat ini total gerai Pizza Hut mencapai 484 outlet.
"Total belanja modal yang sudah dihabiskan untuk membangun gerai pada semester I 2019 mencapai Rp 101,5 miliar," tulis manajemen.
Industri waralaba dalam negeri terus bertumbuh. Menurut Asosiasi Franchise Indonesia (AFI), bisnis waralaba tumbuh sekitar 6% sepanjang tahun lalu.
Chairman AFI Andrew Nugroho mengatakan, pertumbuhan bisnis waralaba ditopang oleh sektor makanan dan minuman yang kian menjamur. Meski begitu, jasa kursus dan gerai minimarket masih populer saat ini.
Andrew mendorong waralaba Tanah Air untuk ekspansi ke pasar luar negeri. Ada empat pemegang merek waralaba yang sudah mengekspor produknya, yakni Baba Rafi, J.Co, Es Teler 77, dan Alfamart.
Karena itu, kerja sama antarpengusaha waralaba dalam mengekspor produk, menurutnya akan meningkatkan pertumbuhan industri hingga 4%. Selain itu, dia mendorong pengusaha untuk mendaftarkan bisnisnya supaya memperoleh Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (STPW).
"Baru puluhan yang terdaftar. Padahal di luar sana ada banyak sekali (waralaba),” kata Andrew.
(Baca: Pameran Waralaba Internasional 2019 Targetkan Transaksi Rp 800 Miliar)
Sekretariat Jenderal Kementerian Perdagangan Karyanto Suprih menambahkan, saat ini hanya sekitar 90 waralaba yang memiliki STPW. Dia mendorong pengusaha untuk mendaftarkan waralabanya, supaya bisnisnya bisa terus tumbuh.
Dia juga sepakat bahwa waralaba harus menyasar pasar luar negeri. Selain untuk meningkatkan ekspor, keterlibatan waralaba dalam menggaet konsumen asing bisa menciptakan efek berganda (multiplier effect) dan meningkatkan daya saing nasional. "Waralaba membuka pintu perdagangan barang dan jasa negeri," katanya.