Emiten sawit, PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJT), menargetkan kenaikan produksi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) tahun ini mencapai sebesar 263.000 ton. Angka ini tumbuh 6,4% dari produksi tahun sebelumnya sekitar 247.220 ribu ton.
Kendati meningkat, pertumbuhan tersebut diperkirakan tak seperti tahun sebelumnya. Berdasarkan data perusahaan, sepanjang 2018 Austindo mencatat peningkatan produksi CPO sebesar 18% dibanding tahun sebelumnya.
"Tahun ini kami harapkan dapat ada peningkatan, tetapi tidak sesignifikan pada 2018. Tahun lalu faktanya ada faktor mendukung produktivitas, terutama cuaca. Pada 2017 dan 2018 (kondisi cuaca) cukup kondusif," kata Direktur Keuangan perusahaan, Lucas Kurniawan di Jakarta.
(Baca: Buntut Diskriminasi Sawit, Malaysia Ancam Boikot Jet Tempur Uni Eropa)
Kondisi cuaca yang bagus menyebabkan produksi Tandan Buah Segar (TBS) di sejumlah perkebunan milik perusahaan meningkat. Selain itu, perusahaan juga memanfaatkan pembelian TBS pihak ketiga sehingga produksi CPO pada 2018 melonjak.
Sebagai informasi, Austindo menutup tahun lalu dengan angka produksi Tandan Buah Segar (TBS) sebesar 786.104 metrik ton (mt), meningkat 7,6% dibandingkan dengan 730.356 ton pada 2017. Kenaikan produksi TBS tersebut sebagian besar dikontribusikan dari perkebunan di Sumatera Utara I, Pulau Belitung, dan Kalimantan Barat.
Kendati produksi TBS maupun CPO perusahaan pada tahun lalu melonjak yang juga disertai dengan peningkatan volume penjualan CPO, dari sisi kinerja keungan perusahaan justru mengalami penurunan. Pada 2018, ANJT membukukan total pendapatan US$ 151,7 juta, turun 6,2% dibandingkan dengan 2017 tertekan oleh penurunan harga jual rata-rata CPO.
Sepanjang 2018, harga jual rata-rata CPO perseroan tertekan di kisran US$ 504 per ton, melemah 17,8% dibanding rata-rata harga jual tahun sebelumnya sebesar US$ 613 per ton.
Tahan Ekspansi
Penurunan harga sawit yang masih berlanjut hingga saat ini, juga menjadi salah satu pertimbangan perusahaan untuk ekspansi. Lucas menyebut, perusahaan akan lebih berhati-hati dan cenderung menahan ekspansinya tahun ini.
Sebab, dengan turunnya harga sawit, turut mempengaruhi arus kas perseroan. Dengan kondisi keuangan yang terbatas, maka ekspansi tahun ini otomatis hanya akan diprioritaskan untuk beberapa proyek startegis yang sudah berjalan.
Salah satunya, pabrik kelapa sawit perusahaan di Papua Barat yang sudah mulai dibangun sejak tahun lalu. "Ini yang harus kami selesaikan, terutama untuk tahapan pertama sebesar 1x45 ton," katanya.
Pembangunan pabrik CPO di Papua Barat hingga saat ini telah selesai sebesar 65,6% pada akhir 2018. Pabrik CPO yang dibangun dengan investasi sekitar US$ 23 juta atau setara Rp 327 miliar ini, akan memiliki dua lini produksi dengan masing-masing kapasitas produksi 45 ton per jam. Adapun untuk lini produksi pertama, ditargetkan bisa mulai commissioning pada kuartal III 2019.
(Baca: Harga CPO Melemah, Laba Perusahaan Sawit Grup Salim Anjlok Lebih 50%)
Meskipun kondisi industri sawit masih cukup menantang, Lucas menyatakan perusahaan juga tidak menutup kemungkinan ekspansi. "Kami selalu melihat potensi-potensi untuk ekspansi, apakah itu organik atau non organik," katanya.
Untuk ekspansi organik, Austindo sudah memiliki dua segmen bisnis perkebunan di luar sawit yaitu edamame dan sagu. Untuk segmen sagu, perusahan akan meningkatkan volume produksinya. "Target untuk sagu kami harapkan dalam tahun ini bisa memproduksi 500 ton per bulan. Selain Itu masih ada ruang untuk peningkatan kapasitas pasangnya 1.500 ton per bulan" ujarnya.
Sedangkan yang edamame, perusahaan juga berencana menyelesaikan proses pembangunan fasilitas pemrosesan pabrik edamame di Jember, Timur tahun ini. Pabrik pengolahan edamame di Jember menelan investasi sekitar US$ 6,4 juta atai sekitar Rp 91,2 miliar.
(Baca: Soal Sawit, Pemerintah Akan Lobi Uni Eropa Bulan Depan)