Penurunan Harga Jagung, Dorong Kinerja Emiten Pakan di Kuartal I

ANTARA FOTO/Idhad Zakaria
Ratusan anak ayam usia sehari (DOC) di sebuah peternakan ayam.
Penulis: Ekarina
6/4/2018, 14.38 WIB

Penurunan harga jagung diprediksi berdampak positif terhadap kinerja emiten pakan ternak pada kuartal I 2018. Turunnya harga yang juga disertai dengan meningkatnya ketersediaan bahan baku jagung berpotensi menyebakan tekanan terhadap beban pokok penjualan perusahaan pakan bisa sedikit berkurang.

Analis Samuel Sekuritas Marlene Tanumihardja dalam risetnya mengatakan harga jual jagung yang mulai berangsur turun dapat berimbas positif terhadap kinerja perusahaan pakan. Salah satu perusahaan menjadi perhatiannya adalah PT Charoen Pokphand Tbk (CPIN), perusahaan pemilik pangsa pasar terbesar di industri pakan ternak Indonesia dengan persentase 31%.

(Baca : Modernisasi Kandang, Japfa Kerek Belanja Modal Jadi Rp 2,5 Triliun)

Harga jagung di beberapa daerah sentra produksi jagung memang terpantau menurun hingga berada di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Mengacu pada data Pusat Informasi Pasar (PIP) pada 2 Februari 2018 seperti yang dikutip dari rilis Kementerian Pertanian pun menunjukan, penurunan harga jagung terjadi di Kabupaten Bireun menjadi Rp 3.100 per kg, Kabupaten Gayo Lues Rp 2.900, Asahan Rp 2.500, Barito Selatan Rp 2.500, Kabupaten Tapin Rp 2.800 dan Minahasa Selatan sebesar Rp 2.700.

Selain itu, penurunan harga jagung juga terjadi di kabupaten sentra produksi Sulawesi Selatan. Di Bantaeng, harga jagung mencapai Rp 2.900 dan Jeneponto Rp 2.800 per kg. Pun di Kuningan dan Sulawesi Utara yang harga jualnya jatuh menjadi Rp 2.200 per kg untuk jenis jagung berkadar air 17%. Padahal, menurut Permendag Nomor 47/M-DAG/PER/2017 tentang Harga Pembelian Pemerintah (HPP) di petani untuk jagung dengan kadar air 15 persen harganya telah dipatok sekitar Rp 3.150 per kg.

Tak hanya itu, Marlene menuturkan penurunan harga jual jagung juga diikuti dengan meningkatnya angka produksi karena terdorong oleh  gerakan swasembada jagung dan bertambahnya luas lahan produksi jagung di sejumlah daerah.

Pada Januari 2018 luas lahan panen jagung diprediksi bertambah sekitar 770 ribu hektare. Sedangkan per Februari 2018, luas lahan panen jagung diprediksi meningkat menjadi 1 juta hektare.

Dengan demikian, turunnya harga dan ketersediaan pasokan jagung yang melimpah diprediksi bisa mendorong pertumbuhan kinerja emiten pakan kuartal I tahun ini. Pasalnya  sekitar 40%-60% kebutuhan bahan baku industri pakan ternak berasal dari jagung.

"Beban pokok penjualan CPIN untuk kuartal I 2018 berpotensi menurun, seiring turunnya harga," ujar Marlene dalam risetntya.

Pada 2017 Charoen Pokphan membukukan laba bersih sebesar Rp 2,5 triliun, tumbuh sekitar 12% dari periode tahun sebelumnya sebesar Rp 2,2 triliun. Naiknya laba perseroan dipandang Marlene karena terdorong oleh turunnya komponen biaya non operasional, termasuk beban keuangan perusahaan yang turun cukup signifikan serta beban pajak perusahaan yakni menjadi Rp 760 miliar dari Rp 1,7 triliun.

Sementara dari sisi pendapatan, meningkatnya pendapatan Charoen Pokphand sebesar 29% secara tahunan juga dinilai cukup baik  khususnya di saat daya beli masyarakat melemah serta turunnya harga anak ayam usia sehari (day old chick/DOC) dan Broilers pada awal 2017 lalu. Sempat menyentuh Rp13.000 per kilogram, harga ayam Broiler berhasil naik menjelang akhir tahun dan mencapai sekitar Rp19.000 per kilogram, menjelang Natal dan Tahun Baru.

Demikian pula dengan harga DOC, sempat menyentuh harga terendah yakni Rp 3.516 per anak ayam, namun pada kuartal IV 2017 harga cenderung mengalami peningkatan dan stabil di level Rp 4.500 per anak ayam.

(Baca juga : Masih Pro Kontra, Pengusaha Nilai Patokan Harga Ayam Sulit Dipraktikan)