Permintaan pasar terhadap produk makanan minuman terus mengalami peningkatan setiap tahun. Untuk mengantisipasi kenaikan permintaan tersebut, PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), lewat anak usahanya PT Bogasari Flour Mills berencana melanjutkan ekspansi tahun ini dengan membeli 2 unit mesin pengolah tepung barkapasitas 750 ton.
Direktur Indofood Fransiscus Welirang mengungkapkan penambahan lini mesin pengolah tepung menurut rencana akan dilakukan untuk pabrik perseroan di wilayah Cibitung, Jawa Barat. “Investasi yang kami anggarkan untuk pembelian mesin nilainya sekitar Rp 530 miliar ” kata Fransiscus di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (20/2).
Untuk mendanai investasi tersebut, perusahaan bakal menggunakan sebagian dana dari kas internal perusahaan. Ekspansi lini bisnis tepung diharapkan bisa ikut berdampak terhadap peningkatan pemenuhan permintaan pasar. “Kami akan melihat seberapa besar kenaikan pasar, khususnya tiga bulan menjelang bulan puasa ini,” jelasnya.
(Baca : Momen Pilkada Bisa Dongkrak Bisnis Makanan & Minuman Tumbuh 10%)
Dia juga menilai penjualan produk konsumsi Indofood sepanjang dua tahun terakhir cukup stabil. Adapun untuk komoditas tepung, penjualannya masih tumbuh di kisaran 5% hingga 6%.
Mengutip data kinerja keuangan perseroan, hingga kuartal III 2017 Indofood membukukan penjualan sebesar Rp 53,12 triliun atau naik 6,5 % dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 49,87 triliun. Divisi produk konsumsi bermerek (CBP) a masih menjadi penyumbang utama penjualan dengan kontribusinya sekitar 50%, diikuti divisi Bogasari, Agribisnis, dan distribusi masing-masing menyumbang sekitar 22%, 20% dan 8% terhadap total penjualan.
Di sisi lain, laba operasi perusahaan juga tercatat meningkat 14,6% menjadi Rp 6,80 triliun dengan laba bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk tumbuh tipis sebesar 1,2% menjadi Rp3,28 triliun dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp 3,24 triliun dan net margin turun menjadi 6,2% dari level 6,5%.
Presiden Direktur dan CEO Indofood Sukses Makmur Anthoni Salim menuturkan kondisi pasar belum membaik secara signifikan di kuartal III. Namun, permintaan barang konsumen yang bergerak cepat tetap terjaga, menyebabkan persaingan semakin meningkat. "Terlepas dari kondisi tersebut, kami mampu memberikan pertumbuhan di lini teratas dan laba operasi, " ujarnya dalam keterangan resmi.
Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) memperkirakan pertumbuhan industri makanan dan minuman tahun ini berpotensi mencapai 10%. Proyeksi ini meningkat lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan industri pada kuartal III/2017 yang sebesar 9,46%.
(Baca juga : Pengusaha Makanan Minuman Keluhkan Penjualan Terpukul Daya Beli Lemah)
Ketua GAPPMI Adhi S Lukman mengatakan, optimisme tersebut muncul mengingat pada 2018 akan dilakukan Pilkada Serentak di 171 wilayah. Menurut Adhi, peredaran uang lazimnya meningkat ketika tahun politik.
"Diharapkan dapat pula mendongkrak konsumi makanan dan minuman," kata Adhi di Kementerian Perindustrian, Jakarta,
Selain itu, terbitnya kebijakan deregulasi yang memudahkan pasokan bahan baku menjadi faktor yang akan mendukung pertumbuhan industri. Menurut Adhi, aturan tersebut seperti Peraturan Menteri Pertanian Nomor 38 Tahun 2017 mengenai Rekomendasi Impor Produk Holtikultura dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 91 Tahun 2017 tentang Ketentuan Impor Produk Kehutanan.
"Itu memberikan kemudahan bagi para pelaku industri makanan dan minuman memperoleh impor bahan baku produksi dan kemasan," kata Adhi.
Meski begitu, Adhi menilai masih ada beberapa kendala untuk industri makanan dan minuman bertumbuh tahun ini. Penyebabnya, masih ada beberapa regulasi yang berpotensi mengganggu pertumbuhan industri makanan dan minuman.
"Masih ada beberapa pekerjaan rumah, misalnya terkait kebijakan ketersediaan bahan baku seperti garam, gula, daging sapi, susu yang masih terus menjadi polemik," kata Adhi.