Pengusaha Makanan dan Minuman (GAPMMI) memperkirakan industri makan dan minuman hingga akhir tahun ini akan menurun dibandingkan tahun lalu. Daya beli masyarakat yang melemah dituding sebagai penyebab penurunannya.
Pertumbuhan industri makanan dan minuman pada 2016 sebesar 8,5%. Sedangkan hingga kuartal II-2017 hanya tumbuh 7,19%. "Sampai akhir tahun kira-kira 6% pertumbuhannya. Padahal saya harapkan Agustus naik karena lebaran, tetapi di retail malah turun. Kalau retail turun, kami yang suplai juga turun," ujar Ketua Gapmmi Adhi S. Lukman saat ditemui di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (30/10).
(Baca: Menperin: Ramadan Jadi Momentum Dongkrak Pertumbuhan Industri)
Meski secara umum mengalami penurunan, Adhi menjelaskan beberapa produk makanan masih tumbuh di antaranya biskuit. Namun, Adhi mengatakan, hal tersebut terjadi karena pengusaha terus berinovasi mengeluarkan produk baru. Inovasi ini memang menjadi kunci, kata Adhi, tetapi harus dibarengi dengan perolehan bahan baku yang mudah untuk industri tersebut.
Adhi menekankan, perlambatan pertumbuhan industri makan dan minuman disebabkan daya beli masyarakat yang menurun, bukan perpindahan ke belanja secara elektronik (online). Alasannya, kontribusi penjualan online dalam industri makan dan minuman sangatlah kecil. Hanya beberapa produk tertentu seperti pembuatan kue khusus yang dipesan pelanggan.
Meskipun pemesanan makanan dan minuman lewat aplikasi online, pembeliannya tetap di outlet retail berbentuk fisik, bukan melalui e-commerce. Namun, pertumbuhan produksi pun mengalami perlambatan.
"Saya akui ada perubahan lifstyle dan lebih ke rekreasi. Tapi rekreasi harusnya makan juga dong. Makan kan tidak bisa digital," ujar Adhi. (Baca: Penjualan Produsen Indomie Turun Akibat Kompetisi Ketat dan Daya Beli)
Untuk itu, Adhi mengatakan, pemerintah harus menggenjot konsumsi rumah tangga dengan mengakselerasi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) lewat penyaluran bantuan sosial atau program lain untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Selain itu, dirinya juga berharap adanya transfer dana ke desa juga bisa mendorong pertumbuhan tersebut.
Penurunan daya beli ini juga dirasakan Asosiasi Industri Minuman Ringan Indonseia (ASRIM). Ketua ASRIM Triyono Pridjosoesilo menuturkan, penurunan daya beli membuat pertumbuhan industrinya mengalami minus hingga kuartal II-2017. "Minus sampai 3,3% dibandingkan tahun lalu," kata dia.