Belanja iklan di televisi dan media cetak kembali bergairah. Nielsen Advertising Information Services melansir, belanja iklan sepanjang 2016 lalu mencapai Rp 134,8 triliun. Jumlahnya melonjak 14 persen dibanding tahun sebelumnya. Lonjakan terjadi seiring besarnya belanja iklan yang dikeluarkan institusi pemerintah dan organisasi politik serta perusahaan rokok.
Executive Director, Head of Media Business Nielsen Indonesia Hellen Katherina mengungkapkan, pertumbuhan belanja iklan pada 2016 terbilang tinggi bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. "Pertumbuhan belanja iklan tahun 2014 dan 2015 hanya single digit. Tapi, tahun ini (2016) menunjukkan mulai kembali bergairah dengan pertumbuhan tren belanja iklan sebesar 14 persen," ujar Hellen saat konferensi pers di Jakarta, Rabu (1/2).
Ia menuturkan, sebanyak 77 persen dari total belanja iklan tahun lalu merupakan belanja untuk iklan televisi. Sedangkan sisanya, belanja untuk iklan di surat kabar, majalah, dan tabloid. Kecilnya belanja untuk iklan media cetak tersebut seiring dengan penurunan jumlah media cetak yang beroperasi.
Lonjakan belanja iklan juga seiring dengan pertumbuhan positif 10 kategori produk dengan belanja iklan tertinggi. Kategori pemerintahan dan organisasi politik tercatat sebagai pengiklan terbesar dengan nilai belanja Rp 8,1 triliun atau tumbuh 9 persen dibanding tahun 2015.
Kategori Produk | Belanja Iklan | Pertumbuhan |
Pemerintahan & Organisasi Politik | Rp 8,1 triliun | 9 % |
Rokok kretek | Rp 6,3 triliun | 45 % |
Perawatan rambut | Rp 5,7 triliun | 27 % |
Telekomunikasi | Rp 5,3 triliun | 25 % |
Kopi dan teh | Rp 4,7 triliun | 24 % |
Perawatan wajah | Rp 4,4 triliun | 22 % |
Website, layanan online | Rp 4,4 triliun | 25 % |
Makanan instan, mie instan | Rp 4,1 triliun | 21 % |
Korporasi, iklan layanan masyarakat | Rp 3,9 triliun | 10 % |
Makanan ringan, biskuit, kue | Rp 3,6 triliun | 29 % |
Menyusul, kategori rokok kretek dengan total belanja Rp 6,3 triliun atau tumbuh 45 persen. Pertumbuhan tinggi tersebut, menurut Hellen, diakibatkan oleh berpindahnya anggaran belanja yang semula dialokasikan untuk iklan billboard menjadi iklan televisi.
Sementara itu, kategori produk perawatan rambut menempati posisi ketiga dengan nilai iklan sebesar Rp 5,7 triliun atau tumbuh 27 persen. Adapun kategori telekomunikasi masuk dalam peringkat empat belanja iklan tertinggi lantaran menghabiskan dana Rp 5,3 triliun atau tumbuh 25 persen.
Di urutan kelima, ada kategori kopi dan teh yang tumbuh sebesar 24 persen menjadi Rp 4,7 triliun. Menurut data Nielsen, kategori kopi dan teh merupakan salah satu kategori produk teratas yang mengalami pertumbuhan belanja iklan terbesar dalam 10 tahun terakhir. Kategori ini mengalami pertumbuhan belanja iklan hingga 12 kali lipat dari 2007.
Hellen menambahkan, kategori website, online service, dan e-commerce juga mulai masuk peringkat 10 teratas. “Karena Traveloka, Tokopedia, Bukalapak, dan sebagainya, belanja iklannya masih lebih tinggi di media konvensional," ujar dia.
Sementara itu, merek dengan nilai belanja iklan tertinggi sepanjang tahun lalu dipegang oleh rokok kretek Dunhill,. Nilai belanja iklannha mencapai Rp 956 miliar atau tumbuh 573 persen dibandingkan tahun 2015. Kemudian, disusul oleh Indomie yang sebetulnya turun 19 persen menjadi Rp 787 miliar. Peringkat ketiga ditempati Traveloka dengan belanja iklan Rp 688 miliar.
Yang menarik, peringkat keempat ditempati oleh Perindo. Partai politik besutan pengusaha Hary Tanoesoedibjo ini mencatatkan belanja iklan sebesar Rp 643,7 miliar sepanjang tahun lalu. Nilainya melonjak 44 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Pengiklan | Belanja Iklan | Pertumbuhan |
Dunhill | Rp 955,7 miliar | 573 % |
Indomie | Rp 786,6 miliar | -19 % |
Traveloka | Rp 687,7 miliar | -1 % |
Partai Perindo | Rp 643,7 miliar | 44 % |
Pemda Riau | Rp 581,7 miliar | 2 % |
Kementerian Kesehatan | Rp 569,2 miliar | 99 % |
Clear Anti Ketombe | Rp 567,9 miliar | 39 % |
SGM Eksplor 1 Plus | Rp 556,8 miliar | 13 % |
Mie Sedaap | Rp 551,5 miliar | -25 % |
Pepsodent | Rp 532,4 miliar | 15 % |