PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk sedang menegosiasikan ulang tarif sewa pesawat dengan pihak pembiayaan (lessor). Ini bagian dari strategi menghadapi tekanan akibat anjloknya pendapatan dan penumpang pesawat selama pandemi corona. Perusahaan juga mengembalikan 18 jenis pesawat CRJ1000 Bombardier yang sudah tak terpakai.
Direktur Utama Garuda Irfan Setiaputra mengatakan selama ini harga sewa pesawat yang dibayar Garuda lebih mahal dibandingkan maskapai lain. Garuda harus membayar sewa Boeing tipe 777 setiap bulan sebesar US$ 1,6 juta atau sekitar Rp 25 miliar (asumsi kurs Rp 15.000).
Padahal, biaya sewa maskapai lain untuk jenis yang sama hanya membayar US$ 800 ribu atau sekitar Rp 12,4 miliar per bulan. Garuda memiliki 10 unit jenis pesawat Boeing tipe 777 dari pabrikan Amerika.
“Kami menenggarai sewa pesawat kami terlalu tinggi, hari ini kesempatan sangat bagus untuk negosiasi,” kata Irfan dalam rapat dengar pendapat (RDP) virtual dengan Komisi VI DPR, Rabu (29/4).
(Baca: Garuda Maintenance Rugi Rp 50 M Akibat Pembengkakan Beban Usaha)
Selain itu, Irfan mengatakan, Garuda juga akan mengembalikan 18 unit pesawat CRJ1000 Bombardier yang sudah tak digunakan atau grounded. Pesawat Bombardier tersebut bila digunakan akan membebankan perseroan dengan ongkos pemiliharan yang mencapai US$ 50 juta per tahun atau sekitar Rp 775 miliar.
"Ini waktu terbaik negosiasi sewa pesawat kami, kami minta pesawat tersebut diambil aja. Kita punya fleet dan konfigurasi lebih pas," kata Irfan.
Garuda membeli CRJ1000 pada Februari 2012. Sejak tahun lalu beredar kabar Garuda tengah menjajaki pasar untuk mencari pembeli potensial untuk pesawat Bombardier. Seorang eksekutif Garuda Indonesia yang enggan disebutkan namanya, kepada Smart Aviation Asia-Pacific menyebut, pesawat tersebut tidak sesuai dengan landasan pacu wilayah Asia Tenggara.
Bombardier CRJ1000 tersebut membutuhkan landasan pacu sepanjang 2.000 meter, hal ini yang membuat Garuda Indonesia terhambat untuk berekspansi ke kawasan Indonesia timur.
Selain negosiasi harga sewa pesawat dan pengembalian Bombardier, Garuda menyiapkan berbagai strategi dan langkah-langkah mitigasi lainnya agar kerugian perusahaan tidak terlalu dalam imbaas pandemi corona.
Perusahaan juga akan mengajukan keringanan atas kewajiban yang jatuh tempo. Apalagi Garuda memiliki kewajiban membayar pemenuhan obligasi senilai US$ 500 juta yang akan jatuh tempo pada Juni tahun ini.
(Baca: Garuda Tetap Layani Penerbangan Domestik Meski Mudik Lebaran Dilarang)