Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait pembangunan megaproyek Meikarta di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat. Neneng bersama empat pejabat di lingkungan Pemda Bekasi diduga menerima suap Rp 7 miliar dari total komitmen Rp 13 miliar dari para petinggi Grup Lippo.
Tiga kepala dinas yang turut menjadi tersangka, yakni Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Sahat MBJ Nahor, dan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Dewi Tisnawati. KPK menetapkan status yang sama kepada Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Neneng Rahmi.
(Baca: KPK Tangkap Pejabat Pemda Bekasi Terkait Izin Megaproyek Meikarta).
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan setelah melakukan pemeriksaan dilanjutkan gelar perkara disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi pemberian hadiah atau janji pada Bupati Bekasi dan kawan-kawan. “Terkait pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi,” kata Laode M Syarif di kantornya, Jakarta, Senin (15/10) malam.
Menurut dia, suap tersebut didapatkan Neneng dari Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, dua orang konsultan Lippo Group bernama Taryudi dan Fitra Djaja Purnama. Turut berperan di sini yakni satu pegawai Lippo Group Henry Jasmen.
Suap tersebut diberikan sebagai bagian komitmen fee untuk berbagai perizinan pada fase pertama proyek Meikarta. Setidaknya terdapat tiga fase terkait izin yang sedang diurus untuk proyek seluas 774 hektare tersebut.
Fase pertama proyek Meikarta diperkirakan untuk luasan 84,6 hektare. Fase kedua seluas 252 hektare. Sementara fase terakhir terhampar 101,5 hektare. “Pemberian pada bulan April, Mei, dan Juni 2018,” ujar Laode.
Seperti “lazimnya” modus pidana suap, kata Laode, suap diberikan melalui penggunaan sejumlah sandi, seperti “melvin”, “tina toon”, “windu, dan “penyanyi”. Sandi itu digunakan untuk menyamarkan nama-nama para pejabat di Pemda Bekasi.
Ada pun, keterkaitan sejumlah dinas dalam perkara ini lantaran proses perizinan yang cukup kompleks, yakni memiliki rencana pembangunan apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit, hingga tempat pendidikan. “Sehingga dibutuhkan banyak perizinan, di antaranya rekomendasi penanggulangan kebakaran, amdal, banjir, tempat sampah, hingga lahan makam,” kata Laode.
Para pihak yang diduga sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak PIdana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Neneng bersama Jamaluddin, Sahat, Dewi, dan Neneng Rahmi yang diduga sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 atau 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak PIdana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Atas kasus ini, Laode meminta pemerintah daerah membuat perizinan sesuai aturan. Kepada para pengembang, Laode berharap semua syarat perizinan dipenuhi sebelum mulai melakukan pembangunan.
(Baca juga: Buntut Tagihan Miliaran, Meikarta Laporkan Dua Vendor ke Kepolisian)
Jika tidak melakukannya, akan merugikan masyarakat umum. “Karena hanya belum mendapatkan izin yang seharusnya melalui prosedur akhirnya diupayakan dengan memberikan suap kepada penyelenggara negara,” kata Laode.
Seperti diketahui, Meikarta merupakan proyek ambisius Lippo Grup yang hendak membangun properti di atas lahan seluas 500 hektare dengan biaya sekitar Rp 278 triliun. Namun, hingga kini Pemerintah Provinsi Jawa Barat hanya memberikan rekomendasi lahan untuk proyek Meikarta membangun di atas lahan seluas 84,6 hektare.
Lippo Grup sangat agresif mempromosikan Meikarta dengan biaya iklan yang mencapai Rp 1,5 triliun sepanjang 2017. Persoalan iklan ini pernah berbuntut tagihan puluhan miliar dari dua vendor event organizer yang memasarkan produk Meikarta. Namun, gugatan Penundaan Kewajiban Penundaan Utang (PKPU) yang diajukan vendor ini mental di pengadilan.
(Baca juga: Pengembang Meikarta Lolos dari Gugatan PKPU)