Nama Rumah Adat Jawa Tengah dan Jenisnya

ANTARA FOTO/Suwandy/wsj.
Warga mengunjungi lokasi wisata Rumah Joglo Puri Wedari di Setia Asih, Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (6/6/2020). Rumah Joglo tersebut didirikan untuk mengobati kerinduan warga perantau asal Jogjakarta terhadap kampung halaman dan saat ini menjadi objek wisata bagi warga sekitar dengan tarif masuk sebesar Rp15 ribu per orang.
Editor: Redaksi
26/8/2021, 14.55 WIB

Rumah adat atau rumah tradisional di Indonesia beragam. Dari Sabang sampai Merauke, rumah adat memiliki bentuk menarik dan bernilai budaya tinggi. Begitu pula di Pulau Jawa dengan ragam rumah adat tradisionalnya.

Rumah adat Jawa Tengah, misalnya, berkonsep menarik dari gaya bangunan, corak, sampai makna pembangunannya. Konstruksinya merupakan gaya bangunan dari Kerajaan Mataram. Pada masa lalu, Mataram merupakan pusat pemerintahan dan kebudayaan. Banyak pengaruhnya pada kegiatan dan kebudayaan masyarakat di Jawa Tengah.

Kebanyakan masyarakatnya merupakan Suku Jawa. Sementara suku minoritasnya seperti Tionghoa. Mereka berbaur dan bekerja sama untuk kebutuhan sehari-hari. Suku kecil lainnya yaitu keturunan Arab. Hampir mirip dengan etnis Tionghoa, keturunan Arab melakukan perdagangan.

Masyarakat di Jawa Tengah menggunakan bahasa Indonesia sebagai percakapan resmi. Sementara bahasa sehari-hari yang digunakan adalah bahasa Jawa. Di Solo, dialek Jawa-nya hampir mirip dengan penduduk D.I. Yogyakarta.

Dialek bahasa di Jawa Tengah dibagi menjadi bahasa kulonan dan timuran. Dialek kulonan antara lain Banyumasan dan Tegal. Sementara dialek timuran adalah wilayah Solo, Semarang, dan perbatasan di daerah tersebut.

Bermacam Dialek di Jawa Tengah

  • Dialek Pekalongan
  • Dialek Kedu
  • Dialek Bagelen
  • Dialek Semarangan (Kota Semarang)
  • Dialek Kudus
  • Bialek Blora
  • Dialek Surakarta
  • Dialek Yogyakarta
  • Dialek Madiun
  • Dialek Banyumasan (Ngapak)
  • Dialek Bandek
  • Dialek Tegal-Brebes

Rumah adat Jawa Tengah yang terkenal adalah Rumah Joglo. Kerangka bangunannya terdiri dari empat tiang utama penyangga struktur. Selain itu ada tumpang sari berupa susunan balok yang ditopang oleh soko guru. 

Masyarakat di Jawa Tengah menggunakan bentuk rumah persegi panjang dan bujur sangkar. Maknanya sebagai ketegasan prinsip dalam menjalankan tanggung jawab terhadap hidupnya. Kemudian, rumah adat ini mengalami pembaharuan dari segi ruang dan sisinya. Bentuk rumah kemudian menjadi persegi.

Ada tiga bagian rumah Joglo yaitu ruangan pertemuan disebut pendapa, ruang tengah disebut ruang pringgitan, dan ruang dalam berfungsi sebagai ruang keluarga berada di bagian belakang.

Ada perbedaan antara rumah Joglo di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Rumah Joglo di Yogyakarta hampir mirip dengan bangsal kencono dari keraton Yogyakarta. Bentuknya bubungan tinggi dan bertumpuk tiga. Sementara dinding dan tiangnya berbahan dari kayu. Tiang rumah biasanya dicat gelap seperti hitam dan hijau pekat. Halamannya luas dan dibangun lebih tinggi di atas permukaan tanah.

Perkembangan Rumah Joglo

Jawa Tengah mengalami perubahan budaya dari waktu ke waktu. Hal ini berpengaruh pada bahan pembuat rumah yang semakin mahal. Dahulu, rumah Joglo di Jawa Tengah merupakan rumah mewah untuk kaum bangsawan, raja, dan pangeran, serta mereka yang terhormat dan terpandang. Rumah Joglo dianggap sebagai status sosial.

Dari jurnal Kajian Rumah Joglo, ada beberapa sejarah terkait rumah ini. Salah satu dugaan, Joglo berasal dari naskah "Kuno" Kerajaan Kediri. Naskah itu menyebutkan rumah-rumah orang Jawa dibangun dengan kayu sebagai bahan utama karena ringan, mudah dibentuk, dan banyak. Ada juga mitos Joglo merupakan rumah yang digunakan sebagai perantara untuk penyebaran Islam khususnya di daerah Jawa Tengah.

Tiga Zaman yang Mempengaruhi Rumah Adat Joglo

 

1. Jaman Kuno (Pra-sejarah) 

Rumah jaman kuno ini berdasarkan bukti-bukti peninggalan sejarah seperti prasasti. Bentuk rumah masa pra-sejarah sederhana. Berbentuk panggung, rumah jaman kuno dibangun di atas air dan beberapa ada di daratan. Belum ada tatanan rumah dalam membangun. Fungsi utama rumah adalah tempat berlindung dari cuaca, binatang buas, atau musuh-musuh.

2. Jaman Hindu

Di pulau Jawa ada perkembangan agama yang mempengaruhi rumah di Jawa Tengah. Ketika agama Hindu dan Budha masuk, bentuk rumah masyarakat kebanyakan terbuat dari kayu. Bahan kayu untuk membuat rumah sejak jaman prabu Jayabaya sekitar tahun 857 M. Konsep rumah ketika masa Hindu dilihat dari tiga komponen yaitu kepala, badan dan kaki.

3. Jaman Islam

Ketika Islam berkembang di Jawa, bangunan rumah tradisional menggunakan tatanan dan aturan yang sesuai dengan norma dan kepercayaan agama. Bangunan rumah berdasarkan strata sosial yaitu keraton untuk rumah para bangsawan dan rumah tinggal untuk rakyat biasa.

Bangunan rumah tinggal tradisional yang didirikan pada zaman islam ini masih menggunakan dan mempertimbangkan tatanan dan aturan yang sesuai dengan norma-norma dan kaidah serta kepercayaan tradisional.

Perkembangan Rumah Joglo Berdasarkan Bentuk

Pada umumnya, peninggalan rumah tradisional yang bisa dilihat merupakan rumah bangsawan keraton dan pra raja. Bentuk rumah di JAwa Tengah ini dibagi menjadi lima bentuk dasar yaitu Panggang-Pe, Kampung, Tajug (masjid), Limasan dan Joglo (tikelan). Bentuk rumah ini kemudian berkembang dan makin bervariasi. Berikut lima bentuk rumah Joglo:

1. Rumah bentuk Panggang-Pe

Panggang artinya dipanaskan diatas bara api, sedangkan Pe artinya dijemur dibawah sinar matahari. Bentuk rumah ini sangat sederhana dan paling tua. Awalnya rumah ini berukuran kecil yang terdiri dari atap, empat buah tiang untuk menjemur bahan makanan seperti daun teh, singkong/ketela pohon, jagung. Ada lukisan dan relief candi sebagai tempat pemujaan. Rumah bentuk Panggang-Pe mudah dibuat, biaya murah, dan resiko kerusakan kecil.

2. Rumah bentuk Kampung

Rumah bentuk Kampung lebih sempurna daripada bentuk Panggang-Pe Kampung artinya desa atau dusun. Rumah ini lebih besar berbentuk persegi panjang bertiang empat, dua bidang atap lereng yang dipertemukan pada sisi atasnya dan ditutup dengan tutup keong. Rumah ini digunakan untuk masyarakat biasa.

Dahulu, masyarakat berpandangan bahwa orang yang memiliki rumah bentuk kampung artinya orang yang kurang mampu ekonominya. Dari pandangan ini, maka muncul jenis dan tingkatan rumah yang dimiliki masyarakat biasa sampai bangsawan.

3. Rumah bentuk Tajug Masjid

Rumah Tajug Masjid digunakan untuk beribadah warga muslim. Tajug artinya masjid untuk mengajarkan dan beribadah umat Islam. Bentuk masjid ini berbeda dengan masjid modern di Indonesia. Rumah Tajug memiliki denah bujur sangkar. Beberapa masjid di Jawa masih mempertahankan bentuk rumah ini sampai sekarang. Ada juga bentuk denah bujur sangkar rumah Tajug Masjid.

4. Rumah bentuk Limasan

Ukuran rumah ini persegi panjang, memiliki empat bidang atap, dua berbentuk segitiga sama kaki disebut kejen, dan dua lainnya berbentuk jajaran genjang.

5. Rumah bentuk Joglo

Rumah Joglo dahulu dibangun oleh bangsawan dan orang kaya. Rumah Joglo dianggap sebagai rumah mewah dan terpandang. Kebanyakan pemilik rumah adalah kaum bangsawan, istana raja atau pangeran. Rumah Joglo membutuhkan bahan material dan biaya besar untuk pembangunan. Tak hanya itu, rumah ini perlu biaya besar jika terjadi kerusakan. Masyarakat mempercayai jika rumah bentuk Joglo diubah, maka akan terjadi musibah dan hal-hal buruk bagi pemilik rumah.

Bentuk rumah adalah persegi panjang, yang memiliki tiga pintu depan, dan jendela disisinya. Rumah ini memiliki soko guru atau tiang utama untuk menyangga atap. PAda bagian dalam terdapat pendopo untuk menerima tamu, pringgitan untuk menerima tamu dekat atau kerabat, dan omah njero untuk aktivitas keluarga.

Rumah Joglo terdiri dari beberapa rangka bangunan. Jurnal Kajian Penelitian Rumah Joglo menyebutkan antara lain:

1. Molo (mulo/sirah/suwunan)

Merupakan balok yang letaknya paling atas, yang dianggap sebagai kepala bangunan.

2. Ander (saka-gini)

Balok yang terdapat di atas pengeret untuk penopang molo.

3. Geganja

Balok untuk konstruksi penguat/stabilisator ander

4. Pengeret (pengerat)

Balok sebagai penghubung dan stabilisator ujung-ujung tiang. Selain itu Pengeret digunakan kerangka rumah bagian atas. Tempatnya terletak melintang menurut lebarnya rumah dan ditautkan dengan blandar.

Rumah Joglo di Jawa Tengah memiliki hiasan ukiran yang unik. Rumah Joglo di Yogyakarta kebanyakan berhiaskan flora, fauna, dan alam. Sementara itu tiang rumah diberi hiasan bermotif bunga mekar atau Padma. Hiasanya bunga ini kebanyakan teratrai merah yang memiliki makna. Bunga teratai merah melambangkan kokoh, suci, dan tidak tergoyahkan. Hiasan bunga teratai ini dulu dianggap sebagai penghalau bencana yang menimpa rumah.

Berikut ukiran atau hiasan yang sering ditemukan di rumah Joglo:

1. Wajikan

Bentuknya hampir mirip belah ketupat atau wajik. Pada bagian tengah ada ukiran bunga-bungaan.

2. Banyu Netes

Bentuk ukiran seperti tetesan-tetesan air. Ukiran ini terinspirasi dari tetesan air hujan dari pinggiran atap.

3. Dan Lung-lungan

Merupakan ukiran paling indah dan manis. Arti ukiran ini adalah lambang kesuburan. Lung-Lungan berbentuk tanaman bebungaan rambat yang menjalar-jalar

4. Dan Patran.

Bentuknya menyerupai susunan daun yang berjajar rapi dan bersusun. Patran berada di bagian-bagian yang sempit kemudian memanjang sebagai hiasan yang berbaris rapi.

5. Gunungan

Gambar yang menyerupai gunung dan hutan. Arti Gunungan adalah alam semesta atau jagad raya. Gunungan bermakna kedamaian, kemakmuran serta ketenteraman.

Itulah penjelasan mengenai rumah adat di Jawa Tengah mulai dari sejarah, bentuk bangunan, sampai fungsi rumah. Rumah adat ini semoga menjadi pengetahuan dan ilmu baru.