Kesenian tari tradisional di setiap daerah memiliki keunikan masing-masing. Makna yang disampaikan mengungkap tradisi dan kondisi masyarakat pada zaman dahulu. Oleh sebab itu, kesenian tari merupakan warisan budaya Indonesia yang perlu dilestarikan.
Provinsi Jawa Tengah memiliki keragaman tari tradisional, termasuk Tari Bondan yang berasal dari Surakarta. Menurut publikasi Dinas Pariwisata Kota Surakarta, filosofi tari Bondan menggambarkan kasih sayang seorang ibu yang merawat dan mendidik anaknya tanpa pamrih dalam keadaan apapun bahkan sampai anaknya meninggal dunia.
Ada dua jenis tari Bondan, yaitu tari Bondan Tani dan Bondan Kendi. Tari Bondan Kendi menggambarkan seorang remaja putri yang sedang mengasuh bayi. Properti yang digunakan adalah boneka, kendi (tempat air minum yang terbuat dari tanah liat) dan payung. Keunikan tari Bondan Kendi adalah atraksi penari di atas kendi. Pada akhir pertunjukan, kendi akan dibanting oleh penari.
Sedangkan tari Bondan Tani menggambarkan kehidupan wanita di pedesaan yang hidup menjadi petani. Di dalam tarian ini, penari menggambarkan berbagai aktivitas menanam dan memanen padi.
Makna Tari Bondan
Payung, boneka, dan kendi yang digunakan dalam Tari Bondan memiliki makna tersendiri. Menurut buku Ning: Anak Wayang, payung melambangkan pengayoman atau perlindungan. Boneka melambangkan kasih sayang kepada anak-anak dan sesama. Sedangkan kendi mengandung makna air suci untuk memberikan kesegaran jasmani dan rohani.
Secara keseluruhan, makna Tari Bondan bertujuan untuk melatih kesabaran dan ketekunan dalam menghadapi segala bentuk kehdupan. Penari melakukan gerakan memutar payung sebagai lambang perlindungan.
Ada pun gerakan memandikan boneka lalu menidurkannya adalah lambang kasih sayang kepada anak atau adik. Gerakan memecahkan kendi di bagian akhir mengandung makna bahwa semua masalah yang dialami dapat diselesaikan. Kendi sebagai tempat penyimpanan air juga melambangkan kesegaran bagi semua orang.
Sejarah Tari Bondan
Menurut artikel oleh Kinesti Eqi Jayanti dari Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Tari Bondan Kendhi diciptakan oleh Supadi Ngaliman Condropangrawit, atau disingkat dengan nama S. Ngaliman.
S. Ngaliman lahir di Sragen pada tanggal 12 Maret 1919 atau pada hari Rabu Legi 9 Jumadil Akhir Tahun 1849 dalam kalender Jawa. Tari Bondan diciptakan sekitar tahun 1970-an sesuai pengamatan terhadap keadaan sosial yang terjadi pada masyarakat sekitar.
Tari Bondan mengisahkan tentang penggambaran seorang anak perempuan yang membantu ibunya mengasuh adiknya, memberikan kasih sayang, dan merawatnya. Kesenian ini dipentaskan oleh anak-anak perempuan.
Tarian ini mengajarkan kepada anak-anak untuk mengerti dan memahami pekerjaan perempuan. Perwujudan gerak dalam tari ini adalah gerak-gerak yang mewakili keseharian seorang ibu, seperti gerak ngudang bayi, menyuapi, dan mencuci.
Dalam pertunjukannya, para penari menggunakan properti boneka bayi di tangan kiri sambil memegangi payung. Sedangkan tangan yang lain memegang kendi. Satu gerakan yang menjadi ciri khas Tari Bondan adalah mereka menari di atas sebuah kendi.
Gerakan tersebut menguji keseimbangan penari atas kendi sambil memutarnya serta memainkan payung. Atraksi ini termasuk unik dan membutuhkan keahlian khusus. Gerakan Tari Bondan ini tidak terdapat dalam tarian putri gaya Surakarta yang lainnya.
Jenis Tari Bondan
Berdasarkan buku Pendidikan Seni Tari, Tari Bondan dibagi menjadi Tari Bondan Cindogo, Tari Bondan Mardisiwi, dan Tari Bondan Pegunungan (Tani). Tari Bondan Cindogo dan tari Bondan Mardisiwi merupakan tari gembira.
Tarian tersebut menggambarkan rasa kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Sedangkan, Tari Bondan Pegunungan menggambarkan tingkah laku putri asal pegunungan yang sedang asyik menggarap ladang atau sawah.
Busana yang digunakan dalam Tari Bondan adalah kain wiron, baju kotang, dan jamang. Penari Tari Bondan dilengkapi dengan perlengkapan berupa boneka dan payung.
Pola Lantai Tari Bondan
Pola lantai Tari Bondan diawali dengan pola garis lurus dan diakhiri dengan pola lantai lengkung. Pola lantai dibuat untuk memperindah pertunjukan karya tari. Oleh karena itu dalam pembuatan pola lantai harus memperhatikan beberapa hal, antara lain bentuk pola lantai, maksud atau makna pola lantai, jumlah penari, ruangan atau tempat pertunjukan, dan gerak tari.
Menurut modul oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pola lantai pada tari tradisional memiliki fungsi, yaitu:
- Memperkuat atau memperjelas gerakan-gerakan dari peranan tertentu.
- Membantu memberikan tekanan atau kekuatan pada suatu tokoh tertentu yang ditonjolkan.
- Menghidupkan karakteristik gerak dari keseluruhan pertunjukan tari.
- Membentuk komposisi, menyesuaikan tari dengan bentuk ruang pertunjukan.
- Untuk memperindah suatu tarian.
Jenis Gerak Tari
Menurut buku Seni Budaya oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, gerak tari yang indah berasal dari proses pengolahan yang telah mengalami stilasi (digayakan) dan distorsi (pengubahan) sehingga lahirlah dua jenis gerak, yaitu:
- Gerak murni atau disebut gerak wantah adalah gerak yang disusun dengan tujuan untuk mendapatkan bentuk artistik (keindahan) dan tidak mempunyai maksud-maksud tertentu.
- Gerak maknawi (gestur) atau gerak tidak wantah adalah gerak yang yang mengandung arti atau maksud tertentu dan telah distilasi, Misalnya gerak ulap-ulap (dalam tari Jawa) merupakan stilasi dari orang yang sedang melihat sesuatu yang jauh letaknya.
Demikian pembahasan tentang Tari Bondan. Dari tarian ini kita dapat belajar tentang usaha seorang ibu dalam mengasuh dan merawat anaknya.