Budaya Indonesia dikenal sangat beragam, masing-masing daerah memiliki ciri khas budaya masing-masing yang tersebar di seluruh nusantara. Tidak hanya kaya aneka kesenian, namun juga beragam upacara adat khas daerah. Salah satu upacara adat yang berkembang di Indonesia adalah upacara adat kematian atau adat pemakaman.
Upacara pemakaman tradisional masing-masing suku dan daerah memiliki ciri khas tersendiri. Mulai prosesi yang dilakukan secara terbuka, hingga tradisi pemakaman yang besifat sakral.
Dilansir dari laman kemdikbud.go.id. berikut sederet tradisi pemakaman yang dapat ditemui di nusantara.
1. Batu Lemo, Toraja
Batu Lemo merupakan upacara adat pemakaman Suku Toraja. Dalam adat pemakaman ini, peti mati tidak dikubur, melainkan disimpan dalam lubang di tebing batu. Satu lubang biasanya akan diisi jasad satu keluarga yang kemudian akan ditutup dengan kayu dan diletakkan patung di depannya.
Suku ini memiliki kepercayaan bahwa makin tinggi letak makam, maka mendiang keluarga akan makin dekat dengan Tuhan. Kawasan Batu Lemo kemudian berkembang menjadi salah satu kawasan yang menjadi wisata unggulan di kawasan Toraja.
2. Passiliran Kambira, Toraja
Selain Batu Lemo, penduduk Toraja yang menganut kepercayaan Aluk Tolodo melakukan upacara Passiliran. Tradisi ini adalah upacara adat pemakaman untuk bayi yang meninggal dunia, dengan cara dimasukan ke lubang pohon tarra dalam posisi meringkuk seperti saat di dalam rahim. Pohon ini dilubangi sesuai arah rumah bayi, kemudian ditutup dengan ijuk.
Pohon tarra dipilih karena memiliki getah berwarna putih dan diibaratkan sebagai air susu ibu. Upacara ini dipercaya dapat membawa jiwa bayi selamat sampai ke alam baka. Meski sudah dilubangi, pohon tarra tetap bisa tumbuh dengan baik dan lubang makam bayi itu akan menutup dengan sendirinya setelah 20 tahun.
Biasanya dalam satu pohon tidak hanya diisi satu kuburan, tetapi bisa memuat lebih dari 10 bayi. Banyaknya bayi dalam pohon bisa dilihat dari kotak-kotak serupa jendela dari ijuk di pohon tersebut. Pohon tarra telah menjadi tempat persemayaman jenazah bayi selama bertahun-tahun.
Namun, jika mengunjungi Desa Kambira dan melihat pohon tersebut, pengunjung tidak akan mencium bau busuk meski lubangnya hanya ditutup ijuk. Selain itu, batang pohon tarra tak pernah kehabiskan tempat untuk menjadi kuburan baru, sehingga masyarakat tidak akan kesulitan mencari pemakaman untuk bayinya.
Bayi yang telah berpulang dipercaya akan kembali tumbuh dan besar seiring dengan tumbuhnya pohon tarra. Pohon yang berisi bayi juga dilarang untuk ditebang karena sama saja dengan memutus kelanjutan hidup sang bayi.
Keunikan lainnya adalah, posisi lubang kuburan juga bisa ditentukan dari kasta keluarga sang bayi. Semakin tinggi kastanya dalam masyarakat, maka lubang kuburuan di batang pohonnya pun semakin tinggi.
3. Brobosan, Jawa
Suku Jawa juga memiliki upacara adat pemakaman yang menarik, yakni Brobosan. Upacara adat pemakaman ini sebenarnya merupakan penghormatan kepada jenazah dan diharapkan tuahnya akan diwariskan kepada anggota keluarga yang melakukan brobosan.
Upacara adat pemakaman Brobosan dilakukan dengan cara mengangkat keranda setinggi-tingginya, kemudian keluarga yang ditinggalkan harus berjalan dibawahnya.
4. Ngaben, Bali
Ngaben merupakan upacara adat pemakaman dari Bali, yang berbentuk ritual kremasi. Prosesinya sering dilakukan secara megah dan mewah, lengkap dengan iring-iringan dan hiasan. Di mana pada dasarnya ngaben memiliki 3 tujuan utama.
Salah satu tujuannya adalah melepaskan roh dari dunia, mengembalikan unsur jasmani dari manusia. Selain itu sebagai bentuk keikhlasan keluarga yang ditinggalkan.
5. Waruga, Minahasa
Dulunya masyarakat Minahasa juga memiliki tradisi untuk membuat makam yang nantinya akan mereka tempati sendiri. Mereka juga percaya bahwa makam harus dibuat seindah mungkin untuk menghormati rohnya. Waruga merupakan makam yang terdiri dari dua batu.
Batu pertama berbentuk peti dan batu kedua berbentuk menyerupai limas. Biasanya, waruga akan dihiasi ornamen ukiran hewan, manusia, tanaman, ataupun geometri. Beberapa waruga juga memiliki ornamen berupa kisah hidup manusia.
6. Sirang-sirang, Batak Karo
Sirang-sirang merupakan upacara pemakaman yang dilakukan dengan cara kremasi. Upacara Sirang-sirang ini dilakukan oleh masyarakat Batak Suku Karo dengan marga Sembiring. Bedanya dengan upacara kremasi lainnya, proses kremasi pada upacara Sirang-sirang ini hanya dilakukan oleh seorang dukun dan 4 orang sindapur (pembakar mayat).
Saat dikremasi, anggota keluarga harus pulang ke rumah. Usai kremasi abu jenazah juga dianjurkan untuk segera dilarung ke sungai terdekat. Tidak lupa dengan segala perlengkapan dalam pelaksanaan perawatan jenazah agar tidak digunakan oleh mereka yang seang menganut ilmu hitam.
7. Tiwah Dayak
Ritual Tiwah merupakan upacara adat pemakaman yang digelar untuk seseorang yang sudah meninggal dan dimasukkan dalam Runi atau peti mati. Tujuan ritual ini, adalah untuk meluruskan perjalanan salumpuk liau menuju lewu tatau dalam konsep kematian Dayak Ngaju. Selain itu, Ritual Tiwah juga diselenggarakan sebagai prosesi buang sial bagi keluarga yang ditinggalkan.
Masyarakat Dayak Ngaju umumnya menganut kepercayaan lokal yaitu Kaharingan. Bagi mereka, kematian merupakan tahap awal manusia mencapai dunia kekal abadi yaitu dunia roh. Manusia yang sudah meninggal akan berganti wujud menjadi arwah yang mereka sebut dengan nama Liau atau Liaw.
Liaw ini wajib diantarkan ke Lewu Liaw atau atau Lewu Tatau atau dunia arwah dalam proses yang disebut Tiwah. Dengan demikian, Ritual Tiwah merupakan suatu kewajiban bagi masyarakat Dayak Ngaju baik secara moral maupun sosial. Masyarakat percaya, liaw yang belum diantarkan melalui Tiwah maka akan tetap di dunia dan tidak bisa ke surga.
Ritual Tiwah memiliki makna mendalam bagi masyarakat Suku Dayak Ngaju. Mereka akan mempersiapkan Tiwah selama berbulan-bulan sebelum pelaksanaan. Pelaksanaannya pun memerlukan waktu lama, mulai dari tiga hari, tujuh hari, bahkan hingga satu bulan.
Makna dari upacara adat pemakaman yang besar ini adalah, agar keluarga yang ditinggalkan dapat tenang. Ketenangan itu muncul karena keyakinan keluarga mereka yang telah meninggal sudah diantarkan ke alam arwah melalui Tiwah. Selain itu, prosesi ini juga diharapkan menghindarkan keluarga dari pengakit dan kesialan.
8. Mumi, Asmat
Tidak hanya Mesir, Indonesia pun memiliki upacara adat pemakaman dalam bentuk mengawetkan jenazah. Adat pemakaman ini, dapat dijumpai di Papua, yang dipraktikkan oleh Suku Asmat.
Praktik mumifikasi Suku Asmat biasanya hanya dilakukan kepada kepala suku atau komandan perang, yang dimumikan dengan bahan-bahan tradisional untuk memuliakan kepentingan sejarah dan religi mereka.