Anjloknya harga minyak dunia akibat pandemi corona telah memukul industri migas. Meski begitu, mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyarankan kegiatan hulu migas harus tetap berjalan.
Menurut Jonan, harga minyak selalu bergerak fluktuatif dan tidak bisa diramal. Bahkan ketika OPEC+ sepakat memangkas produksi, harga minyak tak kunjung meroket.
"Biasanya kalau produksi dipotong lima hingga 10 persen saja, itu harganya akan melambung tinggi," kata Jonan dalam video conference, Selasa (14/4).
Dia pun menyebut harga minyak masih tertekan anjloknya permintaan akibat pandemi corona. Biarpun begitu, dia menyarankan industri hulu migas tetap harus berjalan.
(Baca: Produksi LNG Kilang Tangguh Tetap Berjalan Meski di Tengah Pandemi)
Pasalnya, industri migas beresiko tinggi. Jonan menjelaskan sumur migas yang telah diproduksi tidak bisa ditutup begitu saja.
Jika sumur migas ditutup, maka sulit untuk memproduksinya kembali. "Kalau gas lebih susah lagi, sekali sumurnya dibuka harus jalan, kalau ditutup lagi ongkosnya besar. Kalau minyak masih bisa," ujar Jonan.
Lebih lanjut, menurut Jonan, investasi yang digelontorkan perusahaan migas juga cukup besar. Selain itu, industri migas merupakan bisnis jangka panjang yang tak bisa berhenti begitu saja.
Dia mencontohkan proyek Blok Masela yang baru dimulai setelah dibahas 20 tahun lalu. "Diproduksi pun baru 2026 atau 2027 mendatang," ujar Jonan.
(Baca: OPEC+ Pangkas Produksi, Harga Minyak Tetap Tertekan Corona)