Airlangga Kaji Usulan Jokowi Turunkan Harga Gas Industri dalam 3 Bulan

ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Wakil Presiden Ma'ruf Amin (kanan) memimpin rapat kabinet terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (6/1/2020). Pada rapat tersebut, presiden mengajukan tiga usulan dalam menuntaskan persoalan masalah gas untuk industri.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Ekarina
6/1/2020, 19.24 WIB

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bakal mengkaji tiga opsi yang diusulkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait penurunan harga gas industri hingga beberapa waktu ke depan. Pengkajian tersebut dilakukan untuk melihat apakah ketiganya memungkinkan direalisasikan.

"Ini dikaji sampai bulan Maret 2020," kata Airlangga di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (6/1).

Airlangga mengatakan, jika pengkajian tersebut rampung, pemerintah bakal segera memutuskan penurunan harga gas industri. Dia berharap, harga gas industri nantinya dapat sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. 

Dalam Perpres tersebut, pemerintah menetapkan harga gas industri sebesar US$ 6 atau sekitar Rp 83.784 per Million British Thermal Unit (mmbtu). Saat ini, harga gas industri berada pada rentang US$ 9-US$ 12 atau sekitar Rp 125.676-Rp 167.568 per mmbtu.

(Baca: Jokowi Geram Harga Gas Industri Tak Kunjung Turun)

Hal senada juga disampaikan oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif. Menurut Arifin, kementeriannya juga akan mengkaji langkah-langkah untuk bisa menurunkan harga gas industri.

Salah satu opsi yang akan dikaji yaitu dengan pengurangan atau menghilangkan porsi pemerintah dari hasil kegiatan kontraktor kontrak kerja sama (K3S) sebesar US$ 2,2 atau sekitar Rp 30.720 per mmbtu. Opsi itu bakal dikaji karena porsi pemerintah dari hasil kontraktor K3S dianggap ikut membebani komponen pembentukan harga gas.

Oleh karena itu, opsi tersebut bakal dikaji bersama dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani. "Nanti dalam kuartal ini akan kita coba selesaikan," kata Arifin.

Sementara itu, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, pihaknya juga akan mengkaji ketiga opsi yang diusulkan Jokowi untuk menurunkan harga gas industri. Terkait opsi mengurangi porsi pemerintah dari hasil kontraktor K3S, Dwi menilai hal yang perlu dipertimbangkan yaitu mengenai substitusi pajak.

Sebab, opsi tersebut dinilai akan menurunkan penerimaan pajak yang didapat pemerintah. "Tentu harus ada kenaikan pajak di sektor lain. Lalu, ada jaminan di industri yang akan naik," kata Dwi.

Terkait opsi membebaskan impor gas bagi industri, Dwi khawatir hal tersebut justru dapat meningkatkan defisit neraca perdagangan di sektor migas. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat defisit migas pada November 2019 sebesar US$ 1,01 miliar.

"Harus dikaji kompensasinya apa buat defisit yang akan bertambah," kata Dwi.

(Baca: PGN Pakai CNG untuk Penuhi Kebutuhan Gas 6.896 Pelanggan di Jakarta)

Jokowi sebelumnya geram karena harga gas industri tak kunjung turun. Padahal, perintah penurunan harga gas industri telah tercantum dalam Perpres Nomor 40 Tahun 2016.

Dalam Perpres tersebut, pemerintah menetapkan harga gas industri sebesar US$ 6 atau sekitar Rp 83.784 per mmbtu. Saat ini, harganya berada pada rentang US$ 9-US$ 12 atau sekitar Rp 125.676-Rp 167.568 per mmbtu.

Atas dasar itu, Jokowi menawarkan tiga opsi ntuk menurunkan harga gas industri. Opsi pertama yakni dengan mengurangi atau menghilangkan porsi pemerintah dari hasil kontraktor K3S sebesar US$ 2,2 atau sekitar Rp 30.720 per mmbtu.

Opsi kedua, mewajibkan K3S memasok gas untuk domestic market obligation (DMO), yang bisa diberikan kepada Perusahaan Gas Negara (PGN). "Opsi ketiga, yakni bebas impor untuk industri," ucap Jokowi.

Reporter: Dimas Jarot Bayu