Mantan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar enggan berkomentar mengenai fleksibilitas kontrak migas yang rencananya akan diterapkan oleh Pemerintah.
Arcandra hanya menegaskan bahwa skema gross split lebih menarik dalam menjaring investor dibandingkan dengan skema cost recovery. Pasalnya, investasi hulu migas sempat kurang dilirik pada 2015 dan 2016 ketika pemerintah menawarkan lelang blok migas menggunakan skema cost recovery.
"Pada 2015 kita tawarkan tidak ada yang laku dengan cost recovery, 2016 kita tawarkan juga cost recovery dan tidak ada investor yang mau masuk," kata Arcandra dalam diskusi di Jakarta, Rabu (4/12).
Namun setelah itu, investasi bangkit dan mengalami peningkatan ketika pemerintah mulai menerapkan skema gross split pada 2017. Bahkan ketika itu langsung ada lima wilayah kerja yang laku dilelang menggunakan skema tersebut.
(Baca: Pelaku Usaha Sambut Positif Fleksibilitas Skema Kontrak Migas)
Jumlah wilayah kerja yang laku dilelang semakin bertambah menjadi sembilan pada 2018 seiring dengan tetap digunakannya skema gross split. Bahkan hingga Oktober 2019 ada tiga blok migas yang juga laku dilelang menggunakan skema tersebut.
"Laku terus tiap tahun setelah kita ubah (jadi) gross split. Kalau ada yang mengatakan gross split tidak baik untuk blok eksplorasi, datanya seperti ini,” ujarnya.
Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Gus Irawan Pasaribu mengatakan bahwa fleksibiltas skema yang nantinya akan diterapkan pemerintah dalam kontrak migas sah-sah saja. Meski begitu, menurutnya ketika diberikan fleksibiltas harus tetap sesuai koridor yang ada.
"Kan boleh jadi fleksibilitas berikan keringanan, boleh dari sisi fiskal, kemudahan tax allowance. Tapi jangan sampai kemudahan itu menabrak (aturan) di sana-sini," kata dia.
(Baca: SKK Migas Dukung Kementerian ESDM yang Bebaskan Investor Pilih Kontrak)
Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif kembali mempertimbangkan hadirnya kontrak bagi hasil cost recovery bagi investor migas. Saat ini, pemerintah mewajibkan perusahaan migas menggunakan skema gross split.
Dalam rapat kerja dengan anggota Komisi VII DPR RI, Arifin mengungkapkan, perlu adanya evaluasi terhadap pola bisnis serta investasi di sektor migas. Evaluasi ini sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk segera memetakan regulasi yang menghambat laju investasi.
Jika kebijakan pemilihan dua skema ini jadi diimplementasikan, investor pun bisa memilih skema bagi hasil mana yang terbaik bagi lapangan migasnya masing-masing.
(Baca: Dorong Investasi, Perusahaan Migas Akan Bisa Pilih Skema Bagi Hasil)