Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyatakan, akan mempertahankan skema gross split dalam kontrak bagi hasil migas. Skema tersebut dinilai mampu menjaring investasi di sektor hulu migas.
Ia mengatakan, sudah bertemu dengan kontraktor migas. Kebanyakan dari mereka, menurut Arifin, lebih senang sejak diterapkan skema gross split karena memberikan kepastian investasi di awal.
"Kalau cost recovery, dikerjakannya tahun ini baru dievaluasi tahun depan. Kalau gross split, sudah dibagi dari awalnya. Sudah terprogram," kata Arifin di Jakarta, Selasa (12/11).
Meski begitu, Arifin memastikan tetap akan menampung jika terdapat saran lain dari investor migas. "Kami pada intinya akan mempertahankan gross split, tapi tidak mengesampingkan atau mengabaikan pesan investor," jelas dia.
(Baca: Kementerian ESDM Panggil BPMA dan Pertamina Bahas Nasib Blok NSB)
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro menyarankan pemerintah untuk memberikan keleluasaan kepada investor untuk memilih skema yang akan digunakan sesuai keekonomiannya. Ia menilai skema cost recovery dan gross split memiliki kelebihan dan kekurangann masing-masing.
"Jadikan gross split sebagai opsi saja, jangan mandatori. Pemerintah harus berfikir bahwa yang penting proyek berjalan. Percuma mencari bagi hasil besar, jika proyek tidak jalan," ujar komaidi.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menyarankan pemerintah untuk mengevaluasi keberhasilan penerapan skema gross split. Hal ini kemudian harus disampaikan secara terbuka kepada publik.
"Apakah memang berhasil menaikan investasi di sektor migas dan bisa meningkatkan lifting migas atau sama saja dengan cost recovery," ujarnya.
(Baca: Kementerian ESDM Minta Kontraktor Percepat Produksi Migas)
Menurut Mamit, skema gross split memang lebih baik bagi kepastian keuangan negara, tetapi tak sepenuhnya menguntungkan bagi investor. Ia menyebutkan masih terdapat investor yang mengeluhkan skema tersebut. "Tapi beban negara berkurang karena tidak ada cost recovery yang dibayarkan kepada KKKS, PNBP Migas sesuai dan tidak terganggu lagi," katanya.
Skema cost recovery dinilai menguntungkan bagi investor karena dapat meminta penggantian ke negara. Namun tak menguntungkan bagi negara lantaran beban cost recovery terkadang lebih besar dari penerimaan.
"Jadi memang perlu duduk kembali untuk mencapai yang terbaik," terang dia.