PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero mencatat, rasio elektrifikasi listrik nasional atau persentase penduduk Indonesia yang memperoleh listrik hingga kuartal III 2019 sudah mencapai 98,8%. Perusahaan pun menargetkan rasio elektrifikasi bisa mencapai 100% pada 17 Agustus 2020 mendatang.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama PLN Sripeni Inten Cahyani mengatakan, tingkat rasio listrik nasional saat ini terus meningkat. Ia optimistis tingkat elektrifikasi bisa mencapai angka 99,9% pada akhir tahun.
"Tahun depan pada saat Republik Indonesia ulang tahun ke-75, kami targetkan rasio elektrifikasi nasional mencapai 100%," ujar Sripeni kepada Katadata.co.id saat ditemui di sela-sela acara Karnaval Langit Biru di Jakarta, Minggu (27/10) sore.
Ia mengakui, sulit sebenarnya untuk meningkatkan rasio sebesar 0,01 % luar bisa sulit. Sebab, dari sisi geografis umumnya 0,01% penduduk yang belum teraliri listrik berada di wilayah terdepan, terluar dan tertinggal (3T).
"Meskipun tersedia jaringan, belum tentu secara ekonomi mereka memiliki kemampuan untuk menyambung (listrik)," ujarnya.
Oleh karena itu, menurut dia, pihaknya bersama dengan perusahaan-perusahaan BUMN sejak 2 tahun lalu, membuat program Corporate Social Responsibility (CSR) guna membantu masyarakat yang tidak mampu memperoleh sambungan listrik secara gratis.
(Baca: Pempov DKI Berencana Bebaskan Pajak Balik Nama Kendaraan Listrik)
Selain dorongan dari BUMN, ada pula bantuan listrik secara sukarela dari internal perusahaan yakni 'One Man One Hope' yang diinisiasi oleh karyawan PLN. Program itu juga memberikan sambungan listrik secara gratis kepada masyarakat di wilayah yang belum mampu menyambung listrik.
Ia mengatakan, Kementerian Energi dan Sumber Daya (ESDM) pun turut berperan sebagai pembina teknis PLN dalam menjalankan target elektrifikasi listrik tersebut. Ia pun semakin optimistis karena banyaknya instansi yang mendukung targetnya.
"Kami yakin, kami mampu melaksakan target tersebut," ujarnya.
(Baca: Kunjungan Kerja Perdana Masa ke-2 Presiden, Jokowi Blusukan di Papua)
Pada 2018, Nusa Tenggara Timur menjadi provinsi yang tingkat elektrifikasinya paling rendah, yakni 61,90% lantaran pembangunan pembangkit listrik yang suliit di wilayah itu.
Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Ditjen Ketenagalistrik Jisman Hutajulu mengatakan tekstur tanah di NTT sangat keras, sehingga beberapa vendor harus meninggalkan proyek konstruksi. “Ada pernyataan dari ketua divisi kami, untuk membangun satu saja setengah mati, karena tanahnya sangat keras," kata dia di Jakarta, Kamis (10/1).
Agar masyarat NTT bisa tetap menikmati listrik, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pun membagikan Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE). Ini merupakan solusi sementara sambil menunggu pembangunan pembangkit listrik.