Presiden Joko Widodo berjanji mempercepat proses divestasi 20% saham perusahaan tambang dan pengolahan nikel asal Kanada PT Vale Indonesia Tbk (INCO). Pasalnya, proses divestasi Vale akan mencapai tenggat pada 14 Oktober 2019 mendatang.
Janji itu disampaikan Jokowi ketika menemui President and CEO Vale SA (Brazil) Eduardo Bartolomeo, Executive Director Vale Base Metal (Kanada) Mark Travers, dan Presiden Direktur PT Vale Indonesia Tbk Nicolas Kanter di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (23/9).
"Belum disebutkan detailnya bagaimana, tapi Pak Presiden dan menterinya bilang akan membantu mempercepat supaya kepastian mengenai divestasi bisa terjadi," kata Nico.
Nico mengatakan pihaknya siap divestasi saham sesuai regulasi yang berlaku. Divestasi diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014 terkait Usaha Pertambangan Minerba.
(Baca: Vale Gandeng Perusahaan Tiongkok untuk Bangun Smelter Bahadopi)
Menurut Nico, valuasi 20% saham yang didivestasikan bakal sesuai dengan kapitalisasi pasar Vale saat ini. Nantinya, saham Vale akan dilepaskan kepada BUMN di Indonesia. Meski demikian, dia tak merinci korporasi negara mana yang akan memiliki saham hasil divestasi tersebut.
"Kalau dilihat-lihat sih arahnya ke pemerintah (BUMN). Siapa pemerintah tentukan, ya kami tunggu saja," kata Nico.
Sebelumnya, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) menyatakan siap mengakuisisi saham Vale Indonesia. BUMN pertambangan ini bahkan telah mengevaluasi saham Vale melalui kajian internal.
Namun, Inalum belum biasa merealisasikan aksi korporasi tersebut lantaran harus menunggu keputusan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Pihaknya juga terus berkomunikasi dengan kementerian.
(Baca: Kementerian ESDM Minta Vale Jelaskan Perkembangan Divestasi Saham)
Terkait rencana investasi Vale, Nico menyebut pihaknya akan fokus di sektor feronikel dan High Pressure Acid Leaching Process (HPAL). Tambahan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) yang akan dibangun di Indonesia pun masih akan berfokus kepada dua jenis produk tersebut.
Rencananya, Vale akan membangun smelter di Bahadopi, Sulawesi Tengah. Mereka juga bakal mengembangkan smelter nikel di Pomalaa, Sulawesi Tenggara.
Nilai investasi untuk pabrik smelter mencapai kisaran US$ 1,6 miliar hingga US$ 1,8 miliar. Sementara investasi pada tambangnya mencapai US$ 300 juta. Vale akan menggandeng perusahaan asal Tiongkok dalam pembangunan smelter tersebut.
Untuk pengembangan smelter nikel di Pomalaa akan memakan dana sebesar US$ 2,5 miliar. Sedangkan untuk nilai investasi tambangnya sebesar US$ 300 juta. Saat ini Vale tengah bernegosiasi dengan perusahaan pertambangan asal Jepang Sumitomo untuk membangun smelter nikel di Pomalaa.
"Kami akan tetap ada di feronikel dan HPAL. Semua itu akan ke arah sana," kata Nico.
Seperti diketahui, Vale memang wajib melepas sahamnya sebesar 20% pada Oktober 2019. Pada 1990 lalu, Vale sudah melepas sahamnya 20% melalui bursa. Saat ini kepemilikan mayoritas saham Vale Indonesia masih dikuasai asing.
Hingga 30 Juni 2019, sebanyak 58,73 saham Vale Indonesia tercatat masih dimiliki Vale Canada Limited (PMA), Sumitomo Metal Mining Co Ltd 20,09% (PMA), Vale Japan Limited 0,55% (PMA), Sumitomo Corporation 0,14% (PMA) dan publik 20,49%.
(Baca: Nilai Valuasi Tak Capai US$ 1,5 M, Inalum Sanggup Akuisisi Saham Vale)