Dilarang Ekspor, Pelaku Usaha Minta Pemerintah Perbaiki Niaga Nikel

Katadata
Ilustrasi, kegiatan produksi biji nikel. Pelaku usaha nikel berharap pemerintah memperbaiki niga nikel di dalam negeri sebelum memberlakukan pelarangan ekspor nikel mulai tahun depan.
18/9/2019, 14.00 WIB

Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) mendorong pemerintah untuk menata kembali perdagangan nikel di dalam negeri pasca pelarangan ekspor biji nikel mulai 2020. Sehingga bisa terjadi keseimbangan bisnis nikel dari hulu hingga hilir.

Wakil Ketua APNI II Risono menjelaskan, kebijakan pelarangan biji nikel akan berdampak bagi perusahaan yang masih dalam proses membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter).  Sebab, dana yang dialokasikan untuk membangun smelter berasal dari hasil penjualan ekspor.

"Artinya bagaimana risiko smelter yang belum selesai itu jangan sampai jadi besi tua," kata Risono kepada Katadata.co.id, Rabu (18/9).

Apalagi perusahaan tambang yang belum bisa mengelola biji nikel harus memasok ke perusahaan smelter. Sedangkan harga nikel dalam negeri terbilang rendah jika dibandingkan ekspor. Saat ini nikel domestik hanya berharga 30% dari harga pelabuhan muat (Freight on Board/ FOB) ekspor.

Pelaku usaha pun berharap pemerintah mampu memetakan kebutuhan bijih nikel untuk smelter, mulai dari kemampuan produksi hingga pengawasan surveyor dalam transaksi niaga nikel. Tujuannya untuk mencapai keseimbangan harga komoditas mineral tersebut tidak terpukul.

(Baca: Luhut Akan Percepat Larangan Ekspor Timah, Alumina, Hingga Bauksit)

Halaman:
Reporter: Fariha Sulmaihati