Siapa sangka, listrik mati massal bisa terjadi di Jakarta hingga sebagian Jawa pada 2019, saat pembangkit baru terus dibangun dan rasio elektrifikasi semakin bertambah.
PT PLN (Persero) seharusnya menjamin kelistrikan DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara. Namun, pada Minggu (4/8) siang kemarin, Jakarta mati lampu.
Sekitar pukul 12 siang, listrik mati massal diketahui terjadi di kawasan Jabodetabek. Kemudian, laporan serupa muncul dari sebagian wilayah Jawa Barat dan Jawa Tengah ikut terdampak.
Dalam hitungan menit, kekacauan terjadi. Padamnya lampu pengatur lalu lintas membuat kemacetan terjadi di jalan-jalan utama. Begitu pun sistem pembayaran elektronik ikut bermasalah hingga muncul antrean panjang di pusat-pusat perbelanjaan.
Sementara bus TransJakarta tetap beroperasi dengan pembayaran manual, moda transportasi KRL Commuter Line yang mengandalkan listrik lumpuh hingga malam hari. Tak hanya itu, MRT pun berhenti beroperasi hingga harus mengevakuasi penumpang yang terjebak saat menempuh perjalanan di bawah tanah.
(Baca: Listrik Padam Lebih dari 10 Jam, Ini Penjelasan PLN)
Yang tak biasa, akses komunikasi juga tumbang. Tiga provider telekomunikasi besar seperti Indosat, Telkomsel, dan XL Axiata mengaku layanannya terganggu akibat padam listrik.
Lalu, apakah kejadian seperti ini pernah terjadi sebelumnya? Plt Direktur Utama PT PLN (Persero) Sripeni Inten Cahyani menyebut, insiden terparah listrik mati Jawa-Bali pernah terjadi 22 tahun lalu. “Tahun 1997. Jadi Jawa Bali blackout,” katanya dalam konferensi pers, Minggu (4/9) kemarin.
Perempuan yang baru beberapa hari memimpin PLN ini menambahkan, "Setelah itu September 2018 terjadi parsial di Grati area Paiton, saat itu terjadi tegangan ekstra tinggi. Jadi kalau dilihat dari kurun waktu, Alhamdulillah ini tidak sering ya."
PT PLN (Persero) melakukan pemadaman listrik di sejumlah daerah di Jawa Timur (Jatim) dan Bali pada 5 September 2018. Prosedur itu dilakukan untuk menghindari mati listrik yang lebih luas setelah suplai listrik sebesar 70 KV dari PLTU Paiton mengalami gangguan.
Manager Komunikasi Hukum dan Komunikasi PLN Distribusi Jawa Timur, Dwi Suryo Abdullah saat itu mengatakan bahwa pemadaman terjadi pada hari ini dilakukan selama 3 jam, mulai pukul 11.00 WIB.
(Baca: Datangi Kantor PLN, Jokowi Minta Listrik Mati Tidak Terulang Lagi)
Masih di Jawa Timur, pemadaman listrik kembali terjadi pada 8 November 2018 di Madiun, Caruban, Ngawi, Magetan, Ponorogo, Trenggalek hingga Pacitan. Penyebabnya adalah sambaran petir pada transmisi 150 KV dari Kediri ke Manisrejo (Madiun). Akibatnya, isolator pada dua tower pecah sehingga aliran listrik ke gardu induk 70 KV yang diambil dari GI 150 KV Manisrejo tidak bisa beroperasi.
Kemudian, pada 18 Agustus 2005, pasokan listrik di Jawa-Bali juga pernah terganggu. Penyebabnya adalah kerusakan jaringan transmisi Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500 KV Saguling, Cibinong, dan Cilegon. Ini membuat sistem kehilangan pasokan hampir 50%.
Hitungan PT PLN (Persero) kala itu, pemadaman listrik dirasakan oleh 120 juta pelanggan. Di daerah Jakarta dan Banten, mati lampu memang 'hanya' dirasakan sekitar 3 jam. Namun, pemulihan untuk seluruh Jawa-Bali membutuhkan waktu hingga 24 jam.
Insiden itu sampai mendapat perhatian dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pada 22 Agustus, SBY menggelar rapat dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro, Kapolri Sutanto, dan Kepala BIN Syamsir Siregar. Hasilnya, pemerintah menegaskan bahwa pemadaman massal kala itu murni terkait masalah teknis, tidak terkait dengan aksi sabotase atau terorisme.