Harga Acuan Anjlok, Ekspor Batu Bara Semester I Turun 4,98%

Aktivitas di tambang Batu bara legal di Desa Jahab, Kecamatan Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (17/1).
Editor: Ekarina
16/7/2019, 17.07 WIB

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor batu bara pada Januari-Juni 2019 sebesar US$ 11,22 miliar, turun 4,98% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu US$ 11,81 juta. Turunnya harga jual akibat pasokan yang berlebih disebut menjadi faktor pemicu turunnya ekspor periode tersebut.

BPS  bahkan mencatat, pada Juni 2019 ekspor batu bara anjlok sebesar 14,42% menjadi US$ 1,7 miliar dari periode yang sama tahun sebelumya US$ 1,99 miliar.

(Baca: Analis: Turunnya Harga LNG Jadi Penyebab Merosotnya Harga Batu Bara)

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan penurunan nilai ekspor tersebut disebabkan oleh anjloknya harga batu bara, baik di global maupun dalam negeri. Penurunan itu juga dipicu oleh berlebihnya pasokan di pasar global, terutama sejak Rusia dan Kolombia memasok batu baranya ke Asia.

"Kolombia, Rusia sekarang sudah mulai masuk pasar Asia. Jadi harga turun," kata Hendra, kepada Katadata.co.id, Selasa (16/7).

Harga Batu Bara Acuan (HBA) mencatat tren penurunan sejak tahun lalu. Adapun pada bulan ini HBA hanya sekitar US$ 71,92 per ton, atau merosot 13,2% dibanding Juni 2019 yang masih berada di kisaran US$ 81,48 per ton. Harga acuan tersebut sekaligus merupakan yang terendah sejak November 2016.

HBA sempat naik hingga menembus US$ 100 per ton pada 2018, namun terus berangsur turun. Pada Januari 2019, HBA tercatat berada di level US$ 92,41, kemudian turun menjadi US$ 91,80 pada Februari, dan mencapai US$ 90,57 pada Maret.

Pada April HBA kembali tergelincir ke level US$ 88,85 per ton. Namun,  pada Mei 2019 HBA sempat naik tipis menjadi US$ 89,53 per ton. Adapun per Juni, HBA kembali merosot menjadi US$ 81,49 per ton dengan penurunan semakin tajam ke US$ 71,92 per Juli 2019.

Sementara itu, harga batu bara acuan Newcastle juga mengalami penurunan harga. Pada akhir 2018, harga batu bara dengan kalori tinggi  berada di kisaran US$ 100 dolar per ton, yang kemudian terus mengalami kontraksi sepanjang paruh pertama 2019. Hingga awal Juli, harga batubara acuan Newcastle berada di kisaran US$ 77 per ton.

(Baca: Indonesia dan Tiongkok Jalin Kerja Sama Perdagangan Batu Bara)

Analis Trimegah Sekuritas Sandro Sirait mengatakan penurunan harga batu bara Newcastle disebabkan oleh rendahnya permintaan dari negara dengan kebutuhan batu bara kalori tinggi seperti Korea dan Jepang. Kedua negara itu lebih memilih meningkatkan penggunaan gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) sebagai energi pembangkit listrik.

Harga LNG sejak awal tahun turun dari US$ 9 per Juta British Thermal Unit (mmbtu) menjadi US$ 4,5 mmbtu. Adapun konsumsi batu bara untuk kebutuhan pembangkit di Korea dan Jepang tercatat sekitar 40%, sedangkan 60% lainnya berasal dari LNG. "Permintaannya agak melemah, karena murahnya harga LNG," kata Sandro, kepada Katadata.co.id, Selasa (9/7).

Sedangkan, untuk permintaan batu bara dari Tiongkok cenderung stabil. Bahkan terjadi peningkatan 5% pada Mei 2019 dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.

Demikian juga untuk batu bara Newcastle diproyeksikan beberapa bulan kedepan harganya sedikit membaik di kisaran US$ 88 per ton. " Kalau data impornya Tiongkok lima bulan terakhir masih strong, year on year lebih tinggi," kata dia.

Reporter: Fariha Sulmaihati