Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan belum bisa memastikan perpanjangan kontrak dari sejumlah perusahaan batu bara besar. Hal ini menyusul belum terbitnya revisi Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara (RPP Minerba).
Waktu penyelesaian RPP Minerba semakin buram lantaran ada kemungkinan pemerintah dan DPR lebih dulu merevisi Undang-Undang Minerba. Namun, manajemen beberapa perusahaan tambang batu bara besar menyatakan tidak ada perubahan rencana investasi di tengah ketidakpastian regulasi tersebut.
Head of Corporate Communication Indika Energy Leonardus Herwindo mengatakan anak usaha perusahaan yaitu Kideco Jaya Agung tetap menjalankan bisnis seperti biasa. Kontrak Kideco akan berakhir pada 2023. "Kideco masih menjalankan bisnisnya seperti biasa. Sambil mengikuti perkembangan proses revisi PP. Sejauh ini masih sama (investasi)," kata dia kepada Katadata.co.id, Jumat (28/6).
(Baca: Nasib 8 Perusahaan Besar Tambang Batu Bara Tersandera Revisi PP dan UU)
Pernyataan senada disampaikan Head of Corporate Communciation Division Adaro Energy Febriati Nadira. Ia memastikan bahwa tak ada perubahan rencana investasi perusahaan. Kontrak Adaro akan berakhir pada 2022. "Belum ada perubahan, investasi sama, modal sama. Masih sesuai rencana," ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menjelaskan tidak adanya kepastian hukum bisa membuat perusahaan menahan rencana investasi jangka panjang. "Dampaknya negatif bagi iklim investasi, dan menimbulkan kekhawatiran jaminan investasi jangka panjang," ujarnya.
Adapun RPP Minerba sempat direncanakan rilis pada Januari 2019, namun batal. Hal itu seiring masih adanya perdebatan di internal pemerintah. Di satu sisi, Kementerian ESDM menilai RPP hanya bertujuan agar perusahaan bisa mengajukan perpanjangan kontrak lebih awal.
Namun, Menteri BUMN Rini Soemarno menilai perlu ada penegasan-penegasan dalam RPP tersebut. Penegasan yang dimaksud di antaranya soal prioritas pengelolaan wilayah tambang habis kontrak oleh BUMN. Selain itu, pembatasan wilayah tambang maksimal 15 ribu hektar. Tujuannya, agar tidak melanggar batasan seperti diatur dalam UU Minerba.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga melayangkan surat kepada Presiden Joko Widodo meminta RPP Minerba mengacu pada UU Minerba. Seiring kondisi ini, Presiden pun belum meneken RPP Minerba. Belakangan, DPR dan Kementerian ESDM tampaknya sepakat untuk merevisi dulu UU Minerba sebelum mengeluarkan RPP Minerba.
(Baca: Revisi UU Minerba Diminta Tetap Pertahankan Penciutan Wilayah Tambang)
Adapun permintaan Menteri Rini tentang prioritas wilayah tambang untuk BUMN mendapat respons dari Hendra. Ia menyarankan agar pemerintah tetap memprioritaskan perusahaan swasta yang selama ini mengelola wilayah tambang untuk meneruskan pengelolaannya. "Masukan untuk revisi PP, kami ingin diproritaskan. Karena kan sudah investasi," kata dia.
Terdapat delapan perusahaan batu bara besar yang habis masa kontrak pada periode 2019-2023. Perusahaan yang dimaksud merupakan pemegang kontrak Perjanjian Karya Pengusaha Pertambangan Batu bara (PKP2B) Generasi 1 yang mengelola wilayah tambang batu bara paling luas.
Perusahaan yang dimaksud yakni Tanito Harum (14 Januari 2019), Arutmin Indonesia (1 November 2020), Kendilo Coal (13 September 2021), Kaltim Prima Coal (31 Desember 2021), Multi Harapan Utama (1 April 2022), Adaro Indonesia (1 Oktober 2022), Kideco Jaya Agung (13 Maret 2023), dan Berau Coal (26 April 2025).