Pakar Hukum Pertambangan Ahmad Redi berpendapat bahwa revisi Undang Undang (UU) Minerba yakni Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara harus tetap mempertahankan aturan penciutan wilayah tambang.
Dalam aturannya disebutkan bahwa luas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) yang kontraknya diperpanjang tidak boleh melebihi 15.000 hektare (ha). "Boleh saja segera direvisi, tapi mengenai penciutan tidak boleh dihilangkan," ujarnya, kepada Katadata.co.id, Jumat (21/6).
Ia juga memastikan wilayah penciutan yang diprioritaskan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan memberikan keuntungan bagi negara. Misalnya, perusahaan BUMN batu bara bisa memberikan kepastian pasokan batu bara ke pembangkit milik PLN dan lebih mudah untuk diawasi. "Tentunya akan mengutungkan negara, akan dapat banyak dividen," kata dia.
Dengan demikian, revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 tahun 2019 yang mengatur perpanjangan izin tambang bisa tetap sesuai dengan UU Minerba tersebut.
(Baca: Nasib 8 Perusahaan Besar Tambang Batu Bara Tersandera Revisi PP dan UU)
Hingga saat ini PP tersebut juga belum mendapatkan persetujuan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sehingga delapan perusahaan batu bara yang sudah dan akan habis kontraknya belum mendapatkan kejelasan untuk memperpanjang kontrak tambang mereka.
Kedelapan perusahaan tersebut merupakan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) Generasi 1, dengan wilayah tambang yang besar. Satu di antaranya telah habis kontrak pada Januari 2019, yaitu PT Tanito Harum. Menyusul, PT Arutmin akan habis kontrak pada 2020.
Terkait dengan revisi PP Nomor 23 Tahun 2019, Menteri BUMN Rini Soemarno menginginkan kekayaan negara yang pengusahaannya harus dilakukan secara optimal untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Maka itu, BUMN sebagai kepanjangan tangan negara perlu diberikan peran yang lebih besar.
(Baca: Ombudsman Minta Wilayah Tambang Eks Vale Diberikan ke Pemda)
Dengan mempertimbangkan hal dan berdasarkan kajian, terdapat dua poin penyempurnaan RPP Minerba yang diusulkan Rini, yaitu:
1. Perlu penyelarasan pada Pasal 112 draf RPP Minerba dimaksud dengan Pasal 62 dan Pasal 83 UU Minerba, mengingat dengan pengaturan Pasal 112 draf RPP dimaksud akan mengakibatkan luasan wilayah IUP pemegang PKP2B yang memperoleh perpanjangan akan melebihi 15.000 hektar, melebihi batas yang diatur dalam Pasal 62 dan Pasal 83.
2. Perlu pengaturan tambahan dalam RPP Minerba untuk penguatan peran BUMN, sebagai berikut: a. Hak prioritas BUMN atau yang dipersamakan dengan BUMN dalam mendapatkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) atau Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) bagi Kontrak Karya (KK) atau PKP2B yang sudah berakhir.
3. Penegasan mengenai kewenangan dalam penerbitan IUP dan IUPK bagi BUMN atau yang dipersamakan dengan BUMN oleh Menteri ESDM tanpa kewajiban memperoleh rekomendasi terlebih dahulu dari Pemerintah Daerah.
4. Akuisisi saham oleh BUMN atau yang dipersamakan dengan BUMN dalam rangka divestasi saham.
(Baca: DPR Minta Kekayaan Sumber Daya Energi dan Mineral Dikelola BUMN)