Ombudsman Minta Wilayah Tambang Eks Vale Diberikan ke Pemda

Arief Kamaludin | Katadata
Ombudsman menyatakan terjadi maladministrasi dalam lelang wilayah tambang 2018.
21/6/2019, 19.40 WIB

Ombudsman meminta Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) Bahadopi Utara dan Matarape di Sulawesi Utara kepada pemerintah daerah (pemda) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) setempat.

Dua WIUPK tersebut merupakan WIUPK bekas kelolaan PT Vale Indonesia. Melalui lelang tahun lalu, Kementerian ESDM menetapkan PT Aneka Tambang (Antam) sebagai pemenang kedua WIUPK tersebut. Namun, Ombudsman menyatakan terjadi maladministrasi lelang.

Dugaan maladministrasi tersebut dipaparkan Ombudsman dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LHAP). "Proses lelangnya sendiri bermasalah. Berikan kesempatan ke daerah," kata Komisioner Ombudsman La Ode Ida kepada Katadata.co.id, Jumat (21/6).

(Baca: Kementerian ESDM Tunda Berikan Izin Tambang Antam di Bahadopi dan Matarape)

Ia menjelaskan, WIUPK tersebut semestinya dipioritaskan untuk dikelola daerah. Ini sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2018 mengenai tata cara pemberian wilayah, perizinan, dan pelaporan pada kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara (minerba).

Menurut dia, Ditjen Minerba masih memproses LAHP Ombudsman untuk ditindaklanjuti. Ia menegaskan, bila wilayah tersebut tetap tidak diberikan ke daerah maka artinya pemerintah melakukan pelanggaran terhadap regulasinya sendiri. "Itu sama saja mempertontonkan pelanggaran," ujarnya.

Dalam LAHP, Ombudsman menyatakan ada empat temuan maladministrasi dalam lelang wilayah tambang tahun lalu. Pertama, maladministrasi dalam penetapan WIUPK. Mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2010, wilayah tambang harus berubah terlebih dulu menjadi Wilayah Pencadangan Negara (WPN), sebelum bisa ditetapkan sebagai WIUPK.

(Baca: Kementerian ESDM Bantah Adanya Maladministrasi Lelang Tambang)

Prosesnya, wilayah tambah ditetapkan sebagai WPN melalui persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Selanjutnya, WPN bisa ditetapkan sebagai WIUPK dengan mempertimbangkan aspirasi dari pemerintah daerah.

Kedua, maladministrasi terkait perubahan status WIUPK. Semestinya, WIUPK Operasi Produksi tidak bisa berubah statusnya menjadi WIUPK eksplorasi. Ini mengacu pada Undang-undang Nomor 4 tahun 2009.

Ketiga, maladministasi mengenai penetapan pemenang lelang. Ombudsman menemukan bahwa BUMD Sulawesi Tengah yakni PD Konosara telah memenuhi persyaratan finansial dan terpilih sebagai pemenang lelang. Namun, Ditjen Minerba membatalkan pemenangan tanpa penjelasan.

Keempat, maladministrasi dalam tahap administrasi dokumen. Ombudsman menemukan BUMD PT Pembangunan Sulawesi Tengah tidak diberikan kesempatan melakukan evaluasi ulang terhadap dokumen yang diberikan kepada pemerintah. Seharusnya, jika BUMD belum melengkapi dokumen, pemerintah berhak memberikan kesempatan kepada BUMD untuk melengkapinya.