Petani rumput laut Indonesia mengajukan gugatan kepada PTT Exploration and Production (PTTEP) Thailand. Perusahaan tersebut dianggap bertanggung jawab atas kasus pencemaran laut Indonesia akibat meledaknya kilang minyak di sumur Montara pada 2009.
Dilansir dari Reuters, petani rumput laut Indonesia menggugat perusahaan asal Thailand tersebut sebesar A$ 200 juta (US$ 137 juta) atau sekitar Rp 2 triliun. Persidangan pertama untuk melawan PTTEP digelar di pengadilan Syndey Australia pada Senin (17/6).
Kuasa hukum dari kantor pengacara Maurice Blackburn Ben Slade mengatakan, lebih dari 15 ribu petani rumput laut Indonesia kehilangan mata pencaharian akibat ledakan kilang di sumur minyak Montara pada Agustus 2009. Ledakan kilang tersebut berlangsung selama 70 hari dengan 70 juta liter minyak mengalir ke laut.
(Baca: Pengajuan Gugatan Kasus Montara ke Pengadilan Mundur dari Target)
"Hal tersebut adalah tanggung jawab sebuah perusaahaan minyak besar. Itu sampai ke Indonesia dan menghancurkan mata pencaharian lebih dari 15 ribu petani Indonesia," ujar Ben seperti dilansir dari Australian Associaterd Press (APP), Senin (17/6).
Ben menyebut ada lebih dari 30 saksi dari Indonesia, termasuk petani rumput laut, ahli kimia dan lingkungan, akan dihadirkan untuk memberikan kesaksian dalam persidangan selama 10 pekan yang digelar di Sydney. PTTEP menolak berkomentar terhadap persidangan kasus Montara tersebut.
Seperti diketahui, pemerintah Indonesia sempat menggugat PTTEP dan afiliasinya dengan tuntutan sebesar Rp 27,4 triliun. Tuntutan tersebut berupa komponen ganti rugi kerusakan lingkungan sebesar Rp 23 triliun dan biaya untuk pemulihan kerusakan lingkungan sebesar Rp 4,4 triliun. Namun, gugatan itu ditarik kembali dengan alasan ada revisi dokumen mengenai nilai gugatan.
(Baca: KLHK Tetap Tempuh Langkah Hukum Selesaikan Kasus Montara)