Pemerintah akan melakukan reklamasi tambang seluas 7.000 hektare pada tahun ini. Kegiatan tersebut dilakukan guna memulihkan daerah bekas kegiatan pertambangan.
Jumlah tersebut meningkat dibanding 2014 yang mencapai 6.597 hektare dan 6.950 hektare pada 2018. “Kegiatan reklamasi tambang mengalami peningkatan dalam 5 tahun terakhir,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ego Syahrial dikutip dari siaran pers di Jakarta, Selasa (23/4).
Ego menyampaikan, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 Tentang Reklamasi Paska Tambang dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 26 Tahun 2018 Tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan Yang Baik Dan Pengawasan Pertambangan Mineral Dan Batubara.
(Baca juga: Masalah Lingkungan Hidup Masih Jadi Isu Pinggiran dalam Pemilu)
Kegiatan paska tambang, kata Ego, bertujuan untuk pemulihan lingkungan hidup dan sosial ekonomi masyarakat. “Kegiatan pertambangan selain memberi manfaat tentu juga membawa dampak terhadap lingkungan sehingga diperlukan upaya untuk meminimalisirnya, misalnya dengan mereklamasi tambang paska kegiatan kegiatan pertambangan,” ujarnya.
Selain bertujuan mencegah erosi atau mengurangi mengalirnya air limpasan, menurut Ego, reklamasi untuk menjaga lahan bekas tambang agar menjadi lebih stabil dan produktif.
Ia menyebutkan, kewajiban reklamasi paska tambang melekat pada pemegang izin usaha pertambangan (IUP). Selanjutnya pemegang IUP tersebut wajib menempatkan jaminan dengan tidak menghilangkan kewajiban reklamasi dan pascatambang.