Beban Meningkat, PLN Pastikan Tarif Listrik 2019 Tidak Naik

ANTARA FOTO/Jojon
Seorang penghuni rusunawa mengisi voucher isi ulang listrik di Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (9/5/2017)
11/4/2019, 17.01 WIB

Perusahaan Listrik Negara (PLN) memastikan tidak ada kenaikan tarif listrik 2019. Meskipun, Biaya Pokok Penyediaan (BPP) pembangkitan listrik naik sekitar 9%. Perusahaan pelat merah tersebut akan melakukan sederet langkah untuk menjaga keuangannya. 

Berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 55 K/20/MEM/2019, BPP untuk periode 1 April 2019 hingga 31 Maret 2020 sebesar Rp 1.119 per kilowatt hours (kWh) atau US$ 7,86 per kWh. Sedangkan periode sebelumnya, BPP sebesar Rp 1.025 per kWh atau US$ 7,66 per kWh.

BPP ini merupakan acuan untuk penentuan harga jual listrik dari produsen listrik swasta (IPP) ke PLN. Peningkatan BPP yang tidak diikuti oleh kenaikan tarif listrik 2019 berisiko menekan keuangan PLN.

(Baca: Kementerian ESDM: Keuangan PLN Aman meski Tarif Listrik Tak Naik)

Vice President Public Relation PLN Dwi Suryo Abdullah menjelaskan pihaknya menyiapkan beberapa cara untuk menopang kinerja keuangan PLN tahun ini. Salah satu caranya yaitu meningkatkan penjualan listrik ke pelanggan untuk menggenjot pendapatan.

“Di samping itu kami melakukan beberapa program peningkatan kinerja pembangkit,” kata dia. Program tersebut termasuk menurunkan pemakaian minyak sebagai bahan bakar. Langkah efisiensi ini akan dilakukan secara berkesinambungan.

(Baca: PLN Turunkan Tarif Listrik Golongan 900 VA Rumah Tangga Keluarga Mampu)

BPP tahun 2017 mencapai Rp 1.025 per kWh. Sedangkan tahun 2016 hanya Rp 983 per kwh. Tahun 2015 sebenarnya lebih tinggi yakni Rp 998 per kWh. Namun, capaian tahun 2015 ini turun dari periode sebelumnya yang bisa menyentuh level Rp 1.105 per kWh.

Potensi Tarif Listrik Lebih Murah Setelah Tambahan PLTU

Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Barat PLN Haryanto W.S. melihat potensi tarif listrik lebih murah. Hal ini seiring dengan penambahan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang menggunakan batu bara. Bahan bakar ini lebih murah ketimbang minyak dan gas.

Beberapa pembangkit listrik baru di Jawa bagian barat ditargetkan segera beroperasi. Pembangkit yang dimaksud yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Jawa 2 dengan kapasitas 800 MW pada Mei 2019. Lalu, PLTU Lontar Extension berkapasitas 315 MW dan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Senayan berkapasitas 100 MW pada September 2019.

(Baca: Sandiaga Uno Berjanji Akan Turunkan Tarif Listrik Hingga 20%)

Kemudian, PLTU Jawa 7 Unit 1 berkapasitas 2.000 MW pada Oktober 2019. PLTGU Muara Karang berkapasitas 500 MW pada Maret 2020. Lalu, PLTU Jawa 9 dan Jawa 10 yang masing-masing berkapasitas 1.000 MW pada 2020.

Adapun batu bara masih akan memegang porsi terbesar dalam bauran energi nasional. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Archandra Tahar menjelaskan, selain untuk menyediakan listrik yang terjangkau bagi masyarakat, penggunaan batu bara untuk menjaga daya kompetisi produk-produk Indonesia. Ini penting untuk menggerakkkan perekonomian.

(Baca: Negosiasi Tarif Listrik Alot, Lelang 5 Wilayah Kerja Panas Bumi Mundur)

Namun, ia mengatakan, ke depan, penggunaan energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan sudah menjadi keharusan. “Renewable energy itu need to have, karena resources itu makin lama makin habis,” kata dia, awal Maret lalu.

Dalam Rencana Umum Penyediaan Listrik Nasional (RUPTL) 2019-2028, porsi batu bara ditargetkan 54,6%, energi baru terbarukan 23%, gas 22%, dan bahan bakar minyak 0,4%.