Pemerintah Tinjau Aturan Tambang di Pulau Kecil

Donang Wahyu|KATADATA
Ilustrasi pertambangan.
Editor: Sorta Tobing
25/3/2019, 18.07 WIB

Pemerintah akan meninjau aturan mengenai pertambangan di pulau-pulau kecil. Hal ini sebagai tindak lanjut berbagai kasus yang muncul akibat dampak buruk kegiatan tambang di sana.

Peninjauan ini akan berkoordinasi dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Direktur Perencanaan Ruang KKP Suharyanto mengatakan, mereka akan menyasar ke peraturan daerah (perda). Dengan begitu, kegiatan penambangan di pulau kecil bisa tidak dihentikan. Izin tambang perusahaan pun tidak diperpanjang.

(Baca: Jokowi dan Prabowo Dinilai Belum Serius Atasi Persoalan Lingkungan)

Sebagai tahap awal, pemerintah akan membuat surat edaran kepada pemerintah daerah (pemda) mengenai pelarangan pertambangan di pulau kecil. "Misalnya, kalau di dalam perda ada peruntukan kawasan pertambangan maka aturan itu akan direvisi," kata dia, di Jakarta, Senin (25/3).

Menurut dia, proses revisi aturan tersebut membutuhkan waktu dua tahun. "Tahun ini kami selesaikan dulu masalahnya," kata Suharyanto.

Berdasarkan laporan yang dirilis oleh Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) ada beberapa dampak negatif dari pertambangan di pulau kecil, seperti yang terjadi Pulau Bunyu, Kalimantan Utara. Pertama, sumber air di sana sudah bercampur dengan lumpur bekas tambang. Masyakarat tidak bisa lagi menggunakan sumber itu.

(Baca: Ragam Modus Batu Bara Ilegal di Kalimantan Timur)

Kedua, hilangnya ladang atau sawah untuk menanam padi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi padi di daerah tersebut sudah berkurang sejak 2014.

Menurut Staf Riset Jatam Alwiya Shahbanu, penurunan tersebut terjadi akibat kegiatan tambang yang mencemari tanah. Sebelumnya, daerah tersebuut bisa menghasilkan padi sebesar tiga ton dalam sekali panen, namun saat ini hanya bisa menghasilan 30 kilogram (kg). "Mereka cerita sebelumnya ada sawah dan padi ladang. Tapi hilang di tahun 2014," kata Alwiya.

Ketiga, perairan yang terkenal dengan rumput laut juga hilang akibat limbah tambang. Bahkan terumbu karang semakin tergerus. Akibatnya, jumlah ikan dan luas hutan di sana berkurang lebih dari 50%.

(Baca: Masalah Lingkungan Hidup Masih Jadi Isu Pinggiran dalam Pemilu)

Salah satu periset Jatam Tommy Apriando juga menjelaskan, pertambangan telah menghilangkan kekayaan hayati lokasi tambang. Hal ini terjadi di Pulau Gabe, Maluku Utara. Kekayaan rempah-rempahnya terancam hilang karena kegiatan tambang. "Bahkan ada satu desa yang begitu indah untuk pariwisata, juga terancam hilang. Ini akan menimbulkan krisis yang luar biasa," kata Tommy.

Berdasarkan laporannya, setidaknya ada 55 lima pulau kecil yang dijadikan sebagai daerah yang memproduksi mineral dan batu bara.

Reporter: Fariha Sulmaihati