PT Arutmin Indonesia menargetkan total volume produksi batu bara tahun ini sebesar 32 juta, atau meningkat sebesar 18% dari periode tahun lalu. Produksi batu bara perusahaan pada tahun lalu hanya 27 juta ton.
Chief Executive Officer Arutmin Ido Hotna Hutabarat menjelaskan bahwa kenaikan produksi tersebut didorong peningkatan penjualan batu bara. Selain itu, perusahaan juga masih memiliki kapasitas operasional yang bisa dioptimalkan.
"Penjualannya naik, juga sesuai kapasitas kami," kata Ido, di Jakarta, Selasa (12/3).
Artumin akan memasok batu bara untuk kebutuhan nasional (Domestic Market Obligation/DMO) sebesar delapan juta ton pada 2019. Tahun lalu perusahaan juga sudah memenuhi DMO sebesar 25% dari total produksi.
Batu bara DMO itu, ia mengatakan, mayoritas untuk kebutuhan pembangkit PT PLN (Persero), sisanya ke industri lain. "Kami tidak menjual untuk transfer kuota," kata dia. Jadi, perusahaan tidak menjual batu baranya ke perusahaan lain yang tak bisa memenuhi DMO.
(Baca: Targetkan Penjualan Batu Bara 94 Juta Ton, BUMI Perluas Pasar Asia)
Pada 2018, Arutmin termasuk salah satu perusahaan yang mengajukan penambahan produksi ke pemerintah, sebesar 1,2 juta ton. Penambahan produksi in sejalan dengan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 1924 K/30/MEM/2018 dan tidak dikenakan kewajiban DMO.
Arutmin merupakan perusahaan pertambangan batubara di Indonesia yang beroperasi berdasarkan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dengan luas konsesi 59,3 ribu hektare.
(Baca: Enam Perusahaan Terbesar Batu Bara Penuhi Kewajiban Pasokan Domestik)
Operasi penambangan Arutmin tersebar di tiga kabupaten yang berbeda, yaitu Tanah Bumbu, Tanah Laut, dan Kota Baru, di Kalimantan Selatan. Saat ini Arutmin beroperasi di lima lokasi penambangan, Tambang Senakin, Tambang Satui, Tambang Kintap, Tambang Asam Asam, dan Tambang Batulicin. Perusahaan juga memiliki terminal batubara berstandar internasional bernama Terminal Batubara Pulau Utara (NPLCT).
Sanksi Arutmin
Anak usaha PT Bumi Resources ini sebelumnya terkena sanksi oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Penyebabnya, perusahaan dianggap lalai tidak memasang sirine untuk memperingatkan adanya longsor di lokasi tambang.
Imbas kelalaian tersebut, pada 31 Desember lalu, dua pekerjanya tewas di Tambang Asam Asam. Pada saat kejadian, dua orang itu sedang mengendarai truk. Mereka melewati high wall yang longsor. Truk terperosok dan keduanya tewas tertimbun material tanah.
Kementerian menghentikan satu bulan kegiatan operasional Arutmin sepanjang Januari lalu. Perusahaan beroperasi kembali pada Februari 2019 setelah memperbaiki prosedur keamanan tambang.