Utang PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) sepanjang tahun 2018 meningkat lima kali lipat dari periode sebelumnya. Salah satu penyebabnya adalah pinjaman untuk mengakuisisi saham divestasi PT Freeport Indonesia.
Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin mengatakan utang perusahaannya sebagai holding selama tahun 2018 mencapai Rp 72,7 triliun, padahal tahun lalu hanya Rp 14 triliun. Tak hanya itu, jumlah rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity ratio/DER) juga melonjak empat kali lipat lebih dari 21% menjadi 98%.
Seperti diketahui, November 2018, Inalum menerbitkan obligasi senilai US$ 4 miliar atau Rp 58,4 triliun guna membayar divestasi saham PTFI. Penerbitan obligasi itu dicatatkan di Amerika Serikat (AS).
Obligasi global tersebut dalam empat seri. Seri pertama dengan nilai pokok US$ 1 miliar memiliki tenor tiga tahun atau jatuh tempo pada 2021 dengan bunga 5,5%. Seri kedua dengan nilai pokok US$ 1,25 miliar bertenor lima tahun atau jatuh tempo 2023 dengan bunga 6%.
Seri ketiga dengan nilai pokok US$ 1 miliar memiliki tenor 10 tahun atau jatuh tempo 2028 menawarkan bunga 6,875%. Seri keempat dengan nilai pokok US$ 750 juta bertenor 30 tahun atau jatuh tempo 2048 dengan bunga 7,375%.
Di sisi lain, kas perusahaan sepanjang tahun 2018 sudah mencapai Rp 23 triliun atau meningkat 25% dari periode 2017 sebesar Rp 18,3 triliun. “Kami telah berhasil akusisi Freeport jadi meningkat dan sekarang perusahaan yang berada dibawah Inalum bertambah," kata dia, di Jakarta, Jumat (1/2).
Penambahan kas ini juga karena peningkatan penjualan anak usahanya. Penyumbang terbesar berasal dari anak usahanya yaitu PT Bukit Asam Tbk, dan PT Aneka Tambang Tbk (Antam).
(Baca: Inalum Bentuk Lembaga Riset untuk Percepat Hilirisasi Pertambangan)
Selain kas, aset Inalum tahun 2018 melejit hingga RP 162 triliun atau meningkat 74% dari periode 2017 yaitu Rp 74 triliun. EBITDA mencapai 4,56 kali atau naik 299% dari sebelumnya 1,1 kali. Adapun, laba tahun 2018, tercatat lebih dari Rp 8 triliun.