Harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) pada Desember 2018 menyentuh level US$ 54,81 per barel. Capaian ini merupakan level terendah sepanjang tahun 2018, bahkan sejak November 2017. Sebelumnya, pada Oktober 2017, ICP tercatat sebesar US$ 54,02 per barel.

Sebagai gambaran, ICP sepanjang tahun lalu bergerak fluktuatif. Pada Januari 2018 ICP mencapai US$ 65,59 per barel. Lalu Februari turun menjadi US$ 61,61 per barel. Adapun pada Maret ICP naik sedikit menjadi US$ 61,87 per barel.

Setelah itu ICP naik lagi menjadi  US$ 67,43 pada April 2018. Sementara pada Mei 2018, ICP tembus US$ 72,46 per barel. Adapun pada Juni ICP turun lagi menjadi US$ 70,36 per barel, dan Juli US$ 70,68 per barel. Setelah itu pada Agustus turun lagi menjadi US$ 69,36 per barel.

Memasuki kuartal terakhir, ICP mencapai US$ 74,88 per barel pada September. Adapun pada Oktober mencapai US$ 77,56 per barel. Setelah itu pada November menjadi US$ 62,98 per barel.

Alhasil, rata-rata ICP Januari-Desember 2018 adalah sebesar  US$ 67,46 per barel. Namun capaian ini lebih tinggi dari asumsi APBN 2018 sebesar US$ 48 per barel. "Harga rata-rata minyak mentah Indonesia untuk bulan Desember 2018 ditetapkan sebesar US$ 54,81 per barel," bunyi diktum kedua keputusan Menteri ESDM Nomor 02 K/12/MEM/2019, Jumat (4/1).

(Baca: Walau Tak Capai Target, Investasi Migas 2018 Meningkat 11,8%)

Adapun harga jenis minyak Minas (Sumatran Light Crude/SLC) periode Desember 2018 turun menjadi US$ 55,63 per barel. Angka tersebut turun dari bulan sebelumnya sebesar US$ 62,98 per barel.

Penurunan ICP pada bulan lalu juga sejalan dengan penurunan harga minyak utama di pasar internasional. Mengacu situs countryeconomy.com, harga minyak Brent di pasar spot Eropa pada Desember 2018 mencapai US$ 56,55 per barel. Ini turun dibandingkan November 2018 yang mencapai US$ 64,75 per barel.

Sementara itu, menurut analis sebagimana yang disurvei Bloomberg memprediksi harga minyak tahun ini bertengger di level US$ 70 per barel. Sedangkan untuk West Texas Intermediate, harganya diprediksi sekitar US$61,13 per barel pada 2019.

"Pasokan dan permintaan global akan mencapai keseimbangan yang baik di tahun 2019." kata Michael Tran, ahli strategi komoditas di RBC Capital Markets LLC kepada Bloomberg.

Reporter: Anggita Rezki Amelia