Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mencabut Keputusan Menteri LHK Nomor 175 Tahun 2018 tentang perbaikan pengelolaan Limbah Bahan Beracun Berbahaya (B3) berupa tailing milik PT Freeport Indonesia. Dengan pencabutan ini, pengelolaan limbah Freeport akan mengacu peta jalan yang sudah disetujui.
Menteri LHK Siti Nurbaya mengatakan nantinya Freeport menyusun peta jalan dalam pengelolaan limbah tailing. Peta jalan itu kemudian diajukan ke Kementerian LHK untuk disetujui. " Kami beri dia jalan, beri dia arah untuk road map," kata dia, di Jakarta, Rabu (19/12).
Pencabutan aturan tersebut untuk memperlancar proses divestasi saham antara Freeport dan PT Indonesia Asahan Alumnium (Inalum). Ini karena, dalam penyelesaian limbah tailing, Freeport memerlukan waktu yang cukup panjang. Apalagi, limbah yang dihasilkan bisa mencapai 200 ribu ton per hari.
Dengan menggunakan peta jalan, penanganan limbah tailing akan ada dua bagian. Pertama, wajib dilakukan Freeport dalam rentan waktu 2018-2024. Peta jalan kedua wajib dilaksanakan pada 2025-2030.
Peta jalan itu untuk memastikan penyelesaian limbah tersebut bisa berjalan sistematis. "Rencana yang sistematis secara bertahap, karena tidak bisa selesai selama lima tahun, maka itu terbagi dua," kata Siti.
Sebelumnya Kementerian LHK menemukan tujuh pelanggaran pengelolahan limbah tailing, ini akan diatasi melalui peta jalan. Sisanya, 31 temuan pelanggaran Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), izin lingkungan, lima temuan pelanggaran pencemaran air, lima temuan pelanggaran pencemaran udara, Freeport telah menjalankan sanksinya.
(Baca: Aturan Baru Terbit Besok, Pajak Freeport Gunakan Skema Prevailing)
Jika, Freeport telah menyelesaikan isu lingkungan tersebut, maka transaksi divestasi bisa segera dilakukan. Karena, sebelumnya Inalum menyakatakan tidak akan membayar divestasi saham sebesar US$ 3,85 miliar jika Freeport masih memiliki masalah lingkungan. “Nanti kalau sudah selesai kami bayar,” kata Direktur Utama PT Inalum Budi Gunadi Sadikin di Jakarta, Jumat (16/11).