Harga Batu bara Acuan (HBA) periode Desember 2018 sesuai Keputusan ESDM 1410 K/30/MEM/2018 turun 5,5% dari bulan lalu menjadi US$ 92,51 per ton. Ini merupakan level terendah dalam enam bulan terakhir.

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan penyebab turunnya harga batu bara adalah kebijakan pembatasan impor batu bara dari Tiongkok. Ini membuat permintaan batu bara turun, sehingga pasokan melimpah.

Penyebab lainnya adalah menurunnya permintaan impor batu bara dari India. “Sehingga ada kelebihan pasokan dan lesunya permintaan dari pasar India," kata Agung, di Jakarta, Senin (3/12).

Penurunan harga batu bara ini juga seiring dengan variabel penentunya. Rata-rata indeks bulanan untuk ICI turun 3,61%, NEX turun 6,88%, GCNC turun sebesar 7,04% dan index Platt’s turun 3,73%.

Meski begitu, Agung menilai penurunan harga itu tidak akan merugikan perusahaan tambang. Batas bawah harga batu bara menurutnya adalah US$ 70 per ton.

Jadi, meski turun ke level US$ 90, perusahaan tambang masih bisa meraup keuntungan. "Harusnya dengan harga US$ 90 ini mereka punya margin. Kalau harga batu bara mencapaiUS$ 70 juga masih oke," kata Agung.

Harga terendah batu bara sepanjang tahun 2018 terjadi pada Mei. Pada periode tersebut, harga batu bara hanya US$ 89,53 per ton.

(Baca: Produksi Batu Bara Delapan Bulan Terakhir Capai 64% Target)

Jika dihitung sejak awal tahun, HBA Januari sebesar US$ 95,45 per ton. Lalu, naik pada Februari mencapai US$ 100,69. Sebulan kemudian turun US$ 94,75 per ton. Kemudian, periode April US$ 101,86 per ton. Setelah itu turun ke level terendah pada Mei.

Harga batu bara mulai bangkit pada periode Juni hingga US$ 100,69 per ton. Harga batu bara kemudian menanjak jadi US$ 104,65 per ton pada Juli. Agustus juga masih naik US$ 107,83 per ton. Namun, September turun jadi US$ 104,81 per ton. Penurunan harga berlangsung hingga Oktober mencapai US$ 100,89 per ton. Lalu, November US$ 97,90 per ton.