PT Pertamina (Persero) akan memperoleh kompensasi dari menjual Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium selama tahun 2018. Pembayaran itu akan dilakukan tahun depan. Kompensasi diberikan karena Premium tidak lagi disubsidi dan Pertamina menjual di bawah harga keekoomian.
Pemberian kompensasi itu diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Aturan ini berlaku sejak 25 Mei 2018.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan aturan itu dapat membantu struktur keuangan perusahaan. “Kami tidak perlu lagi membahas beban dan kerugian,"kata dia di Jakarta, Rabu (28/11).
Nicke mengatakan besaran kompensasi yang akan diganti pemerintah akan dihitung berdasarkan formula BBM Premium yang kini masih digodok oleh Kementerian ESDM. Komponen biaya yang ada dalam aturan itu yakni pengadaan, administrasi, logistik dan informasi teknologi, distribusi.
Namun, kompensasi itu dibayarkan setelah diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ini sesuai dengan pasal 14 ayat 10.
Mengacu aturan itu, Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno mengatakan jika nantinya hasil audit BPK menunjukan terdapat kerugian yang ditanggung Pertamina maka diberi kompensasi. "Bentuk kompensasinya kayak apa itu nanti Kementerian ESDM yang atur," ujar dia.
(Baca: Peringkat Utang Pertamina Terancam Turun karena Harga Premium Tak Naik)
Direktur Keuangan Pertamina Pahala N. Mansury mengatakan tahun ini, pemerintah sudah membayar selisih menjual Solar kepada Pertamina untuk tahun 2017. Nilainya mencapai US$ 1,2-1,3 miliar. "Untuk Solar atas dasar penggunaan di 2017, penggantian diakui pada 2018," kata dia.