PT Pertamina (Persero) memastikan akan menandatangani kontrak gross split Blok Rokan sebelum akhir tahun ini. Perusahaan pelat merah itu masih menyelesaikan beberapa hal sebagai persyaratan untuk meneken kontrak blok itu.
Persyaratan tersebut adalah membayar bonus tanda tangan sebesar US$ 783 juta atau Rp 11,3 triliun dan membayar jaminan pelaksanaan sebesar 10% dari komitmen kerja pasti. Adapun total komitmen pastinya sebesar US$ 500 juta.
Direktur Keuangan Pertamina Pahala N. Mansury mengatakan saat ini pihaknya masih mendiskusikan sejumlah hal terkait jadwal kontrak blok itu diteken. "Diteken sebelum akhir tahun ini," kata Pahala di Jakarta, Rabu (28/11).
Menurut Pahala sumber pembayaran bonus tanda tangan salah satunya menggunakan global bond yang diperoleh Pertamina beberapa waktu lalu. Global bond tersebut senilai US$ 750 juta.
Adapun sumber lainnya untuk pembayaran kewajiban di Blok Rokan itu akan menggunakan kas internal perusahaan pelat merah itu. “Tujuan terbitkan global bond itu tidak kita tentukan untuk satu tujuan tertentu saja," kata dia.
Sebagai dasar hukum membayar bonus tanda tangan dan jaminan pelaksanaan komitmen pasti, Kementerian ESDM mengeluarkan Surat Keputusan Menteri ESDM No. 1923 K/10/ MEM/2018 tertanggal 6 Agustus 2018. Surat itu berisikan tentang persetujuan pengelolaan, serta penetapan syarat dan ketentuan (terms and conditions) kontrak kerja sama pada wilayah kerja Rokan.
Kontrak Blok Rokan akan berakhir 2021. Pertamina akan mengelola Blok Rokan hingga 2041. Pendapatan negara 20 tahun ke depan US$ 57 miliar atau Rp 825 triliun.
Adapun komitmen kerja pasti lima tahun pertama US$ 500 juta atau Rp 7,2 triliun. Untuk lapangan Duri, Pertamina memperoleh 65 % bagi hasil dari minyak bumi, sisanya pemerintah. Adapun bagi hasil gas bumi untuk lapangan tersebut diberikan 70 % kepada Pertamina dan 30 % pemerintah.
(Baca: Strategi Pertamina Garap Blok Rokan)
Adapun untuk lapangan non-Duri, Pertamina memperoleh bagi hasil 61 % untuk minyak, dan 39 % pemerintah. Sementara gas, Pertamina memperoleh 66 % dan pemerintah 34%.