PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) menilai Peraturan Menteri ESDM Nomor 49 tahun 2018 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap sudah bagus. Padahal, aturan itu banyak disorot pelaku usaha karena dinilai, perhitungan harganya tidak menarik.
Formula yang dimaksud adalah mengenai harga jual listrik yang dihasilkan pelaku usaha ke PLN. Pasal 6 aturan itu menyebutkan menyebutkan energi listrik pelanggan PLTS Atap yang diekspor dihitung berdasarkan nilai kilowatt hour (kWh) Ekspor yang tercatat pada meter kWh ekspor-impor dikali 65% tarif listrik.
Menurut Direktur Utama PLN Sofyan Basir, formula baru tersebut justru lebih baik dibandingkan negara lain, seperti Malaysia dan Singapura. "Itu sudah bagus sekali. Menurut saya, keputusan menteri sudah okay,” kata dia di Jakarta, Selasa (27/11).
Selain tarif, aturan itu juga membuat mengenai tata cara pemasangan PLTS Atap. Konsumen PLN yang berminat membangun dan memasang sistem PLTS atap harus mengajukan permohonan pembangunan dan pemasangan kepada General Manager Unit Induk wilayah/distribusi PLN yang dilengkapi dengan perysaratan administrasi dan persyaratan teknis. Setelah mendapat persetujuan baru boleh memasang.
Sofyan mengatakan persetujuan dari PLN itu diperlukan agar tidak ada gangguan dalam sistem kelistrikan. “Jangan semua keinginan harus diambil sendiri. Kita harus adil untuk kepentingan yang lain,” ujar dia.
Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Timur, Bali dan Nusa Tenggara PLN Djoko Rahardjo Abumanan berharap dengan adanya aturan itu bisa meningkatkan pengguna PLTS Atap di luar Pulau Jawa. “Sekarang justru banyaknya di Jakarta, yang listriknya berlebih dan jarang mati," kata dia.
Mengacu data PLN, pengguna PLTS Atap tersebar di beberapa tempat. Daerah Bali memiliki 32 pelanggan, Banten 28, Jakarta Raya 270, Jawa Barat 108, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) 22, Jawa Timur 87, Riau dan Kepulauan Riau dua. Sedangkan, Sumatera Selatan Jambi dan Bengkulu (S2JB) memiliki tiga pelanggan. Lalu di Sumatera Utara hanya satu pelanggan.
Sebelumnya, Ketua PPLSA Yohanes Bambang Sumaryo mengatakan perhitungan listrik yang dijual ke PLN tidak cukup bagus untuk perumahan, komersial atau indsutri. Karena, penjualan listrik ke PLN akan terkena potongan sebesar 35%. Awalnya, nilai ekspor dihitung 100%, bukan 65%.
(Baca: Aturan Baru Membuat Tagihan Listrik Pengguna PLTS Atap Lebih Mahal)
Menurut Yohanes, dengan adanya aturan ini tidak akan mendorong peningkatan pengguna PLTS atap. Padahal ini bisa membuat pemerintah dapat mencapai bauran energi terbarukan. "Itu sama saja dipotong 35%, secara umum tidak mendorong pemanfaatan rooftop," kata dia, kepada Katadata.co.id, Senin (27/11).