PT Freeport Indonesia hingga kini belum menyelesaikan izin antitrust dari beberapa negara tujuan ekspor. Padahal, izin tersebut penting dalam rangka kegiatan ekspor Freeport setelah sahamnya diakuisisi PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum).
Antitrust atau Undang-undang persaingan merupakan peraturan untuk melawan kebiasaan dagang yang merendahkan persaiangan atau dianggap tidak adil. Aturan ini melarang kompetisi yang tidak adil.
Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin mengatakan Freeport memerlukan izin antitrust dari empat negara. Namun, dari empat itu, baru izin dari dua negara yang sudah didapatkan yakni Jepang dan Korea.
Sedangkan masih ada dua negara lagi yakni Tiongkok dan Filipina yang belum mengeluarkan izin antitrust kepada Freeport. Bahkan, menurut Budi, izin antitrust dari Tiongkok kemungkinan membutuhkan waktu panjang. Padahal, Freeport menjual banyak tembaga ke negara tersebut.
Penyebabnya, Tiongkok tidak ingin jika Freeport dan Inalum merger maka entitas baru itu terlalu dominan ekspornya ke negara tersebut. Hal ini bakal menimbulkan kartel. “Mereka (Pemerintah Tiongkok) ingin memastikan yang berkaitan dengan tembaga. Izin ini keluar agar bisa melakukan perdagangan ekspor-impor,” ujar Budi di Jakarta, Kamis (22/11).
Untuk mempercepat proses itu, Budi juga sudah berkunjung ke Tiongkok untuk bertemu lembaga antitrust. Harapannya, negara Tiongkok bisa segera menerbitkan izin antitrust.
Menurut Budi, Tiongkok pun memberikan sinyal positif atas kunjungan tersebut. “Pagi ini saya baru dari Tiongkok, bertemu dengan lembaga antitrust minta tolong supaya bisa dibantu diterbitkan lebih cepat. Mereka memberikan sinyal positif,” ujar dia.
Namun, sampai berita ini diturunkan Vice President Corporate Communication Freeport Indonesia Riza Pratama belum memberikan keterangan mengenai antitrust tersebut.
Sementara itu, proses divestasi saham PT Freeport Indonesia saat ini masih menunggu penyelesaian isu lingkungan. Sedangkan, dari segi pendanaan Inalum sudah siap membayar kepada perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu.
(Baca: Dokumen Evaluasi Terbit, Isu Lingkungan Freeport Rampung Bulan Depan)
Inalum akan membayar saham divestasi itu menggunakan dana dari surat utang atau global bond senilai US$ 4 miliar. Adapun, jumlah yang harus dibayarkan ke Freeport US$ 3,85 miliar.