Pelaku industri minyak dan gas bumi (migas) memiliki pandangan yang berbeda mengenai pembukaan Daftar Negatif Investasi (DNI). Adapun, pemerintah berencana membuka 75% untuk asing investasi di bidang jasa pemboran migas di lepas pantai (offshore) dan jasa konstruksi migas (platform).

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pemboran Minyak, Gas dan Panas Bumi Indonesia (APMI) Wargono Soenarko tidak mempermasalah kebijakan tersebut. Alasannya, untuk jasa konstruksi migas (platform), industri dalam negeri sudah bisa bersaing dengan luar negeri.

Menurut Wargono, sudah saatnya, industri dalam negeri unjuk gigi dan tidak lagi tergantung dengan pemerintah. Selama ini, perusahaan jasa sudah diberikan perlakuan khusus seperti Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan keringanan pajak dari pemerintah. “Sudah cukup waktu diberi kemudahan dan perlakuan khusus, sekarang waktunya persaingan bebas,” ujar dia kepada Katadata.id, Senin (19/11).

Wargono juga tidak mempermasalahkan jika jasa pemboran migas di lepas pantai 100% dibuka untuk asing. Ini karena investasinya mahal. Sementara, peluang pekerjaan di wilayah itu tidak terlalu banyak. Apalagi, terlalu berisiko juga.

Sebaliknya, Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) justru menyayangkan kebijakan pemerintah tesebut. Kebijakan tersebut dikhawatirkan dapat membuat perusahaan lokal tidak diikutsertakan dalam pengembangan migas nasional.

Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (ASPERMIGAS) Moshe Rizal Husin beraharap pemerintah memberikan keringanan agar bisa bersaing dengan asing. “Kami dari Aspermigas berharap pemerintah dapat mendorong partisipasi perusahaan migas lokal dengan memberikan keringanan atau insentif-insentif keberpihakan sehingga perusahaan lokal dapat bersaing dari sisi biaya dan teknologi dengan perusahaan-perusahaan asing,” kata dia.

Dihubungi terpisah, Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) periode 2012- 2014 Rovicky Dwi Putrohari mengatakan, relaksasi kebijakan DNI ini belum berdampak efektif untuk mendongkrak iklim investasi, khususnya sektor hulu migas. Ini karena industri hulu migas memiliki tingkat risiko yang tinggi. "Saya rasa ini relaksasi sangat jangka pendek, sementara saja," kata dia, Senin (19/11).

Untuk mendongkrak iklim investasi, pemerintah perlu memperhatikan pemberian insentif-insentif lain. Jangan sampai pemerintah membuat kebijakan yang memberatkan sektor hulu, seperti dalam penentuan harga gas, pemerintah perlu memperhatikan keekonomian proyek agar harga gas kompetitif.

(Baca: Kementerian ESDM Bahas Pembatasan Harga Gas untuk Listrik Pekan Ini)

Sementara itu, Direktur Eksekutif IPA Marjolijn Wajong belum mau berkomentar banyak terkait relaksasi DNI tersebut. "Terus terang untuk migas kami para investor belum jelas mengenai paket kebijakan ke 16 ini," kata dia.