Indonesia menghadapi tantangan dalam mengejar target produksi minyak dan gas bumi (migas). Tantangan itu datang dari kondisi lapangan migas yang sudah tergolong tua dan mengalami fase penurunan produksi.
Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), saat ini ada 219 wilayah kerja di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 89 merupakan blok eksploitasi, yang terdiri dari 74 produksi dan 15 pengembangan.
Sementara itu, dari jumlah blok eksploitasi yang ada, 40 di antaranya sudah tergolong tua. Perinciannya, 36 wilayah kerja yang berumur 25 hingga 50 tahun. Sisanya sebesar empat blok sudah di atas 50 tahun.
Namun, ada juga blok yang belum tergolong tua tapi sudah mengalami masa penurunan karena cadangannya tergolong kecil. Alhasil, hingga kini ada 56 blok migas yang mengalami penurunan, baik yang tua atau pun cadangannya kecil.
Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengatakan kondisi ini lah yang bisa mempengaruhi produksi atau produksi siap jual (lifting). “Kenapa lifting migas di Indonesia selama ini turun? Karena lapangannya begini," kata dia di Sarasehan media di Ciloto, Jawa Barat, Kamis (8/11).
SKK Migas mencatat sejak tahun 2002 sampai 2007 produksi migas mengalami penurunan. Tahun 2002, produksi 2.636 juta barel setara minyak per hari (boepd). Lalu, pada 2004 turun menjadi 2.522 juta boepd, dan tahun 2007 menjadi 2.255 juta boepd.
Setelah 2007, produksi migas sempat meningkat hingga 2010. Tahun 2010, bahkan produksi Migas tercatat 2.526 juta boepd. Peningkatan ini seiring dengan beroperasinya Proyek Tangguh Train 1-2 yang dikelola BP Berau.
Namun peningkatan produksi tersebut tidak bertahan lama. Sebab sejak 2011 sampai 2015 produksi menurun lagi. Tahun 2015 produksi migas menjadi 2.228 juta boepd. Penyebabnya adalah penurunan produksi di Blok Mahakam, Kalimantan Timur.
Akan tetapi, pada 2016 produksi Migas naik menjadi 2.249 juta boepd. Peningkatan produksi ini karena adanya peningkatan produksi di Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu, Jawa Timur. Lalu pada 2017, produksi turun menjadi 2.162 juta boepd terpengaruh kinerja Blok Mahakam dan Rokan.
Menurut Amien, untuk meningkatkan produksi Migas perlu adanya penemuan cadangan baru dengan kegiatan eksplorasi yang masif. "Jadi yang harus dicari adalah bagaimana mengatasi ini ke depan, " ujar dia.
Adapun penemuan cadangan besar terakhir kali terjadi tahun 2012. Sementara itu, sejak satu abad terakhir ini, setidaknya telah ditemukan 13 lapangan dengan cadangan migas raksasa di Indonesia. Cadangan migas jumbo ini jumlahnya di atas 100 juta barel setara minyak atau (MMBOE).
Jika dirinci, temuan terbesar terjadi tahun 1941 dengan ditemukannya Lapangan duri, cadangannya sekitar 6.000 MMBOE. Sekitar tahun 1950 ditemukan lagi lapangan besar yakni Lapangan Minas dengan cadangan di atas 10.000 MMBOE. Kedua lapangan ini berada di Blok Rokan Riau dan ditemukan oleh Chevron.
Adapun tahun 1967, ditemukan Lapangan Jatibarang oleh PT Pertamina (Persero). Selang tiga tahun setelah itu, 1970 ditemukan cadangan migas di Blok Attaka yang ditemukan joint operation Chevron dan Inpex. Cadangannya sekitar 4.000 MMBOE. Di tahun yang sama, cadangan migas ditemukan di Arun Aceh sebesar 4.000 MMBOE oleh ExxonMobil.
Tahun 1974 ditemukan cadangan migas di blok Natuna D-Alpha atau sekarang bernama East natuna oleh ExxonMobil. Cadangannya sebesar 12.000 MMBOE. Namun karena besarnya kandungan karbon dioksida, blok ini belum diproduksikan.
Di tahun 1974 Total E&P Indonesie menemukan cadangan migas dari Lapangan Handil di Blok Mahakam. Cadangannya sekitar 3.000 MMBOE. Setelah handil, Total menemukan kembali cadangan di Lapangan Tunu sebesar 4.000 MMBOE.
Lalu pada 1997 British Petroleum (BP). Menemukan cadangan migas hampir 4.000 MMBOE di lapangan Vorwata Papua. Lalu di era 2000 ditemukan Lapangan Abadi oleh Inpex Corporation di Blok Masela. Cadangannya hampir 6.000 MMBOE. Tak lama di 2001 ditemukan banyu Urip di blok Cepu oleh ExxonMobil dengan cadangan di atas 2.000 MMBOE.
Setelah itu, di tahun 2011 ditemukan lagi cadangan baru Lapangan Jangkrik di Muara Bakau oleh Eni, jumlah cadangannya lebih dari 1.000 MMBOE. Baru setelah itu pada 2012 Pertamina menemukan cadangan migas di atas 1.000 MMBOE, yaitu di Lapangan Parang, Blok Nunukan Kalimantan Utara.
(Baca: Sebulan Terakhir, Cadangan Migas Indonesia Naik Tipis)
Menurut Amien, penemuan cadangan migas besar sejauh ini diperoleh perusahaan asing. Pertamina sebagai perusahaan dalam negeri masih sedikit menemukan cadangan besar.
Jika dilihat dari 1970-2014, Pertamina hanya menemukan penemuan cadangan migas sekitar 100-1.000 MMBOE. Penemuan ini diantaranya berasal dari Banyu Nibung, Cemara Barat, Air Serdang Tambun, Mudi 300, Senior, Sukowati, Bambu Besar dan Akasia Besar.