Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) hingga kini belum memutuskan nasib pengelolaan Blok Corridor. Padahal, sudah ada dua kontraktor yang menyatakan minatnya yakni PT Pertamina (Persero) dan ConocoPhillips.
Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan ada syarat untuk dapat mengelola Blok Corridor. Salah satunya adalah menggunakan skema kontrak gross split.
Pemerintah tidak akan menyerahkan Blok Corridor ke kontraktor yang mengelola dengan skema cost recovery (penggantian biaya operasional). “Kalau tidak ada yang minat pakai gross split, nanti Blok Corridor saya kasih ke yang lain," kata Jonan, di Jakarta, Rabu (24/10).
Blok Corridor saat ini dioperator ConocoPhilips dengan hak kelola 54%. Pemegang hak kelola lainnya adalah PT Pertamina sebesar 10 % dan Repsol Energy 36%.
Kepemilikan hak kelola Repsol Energy awalnya tidak sebesar itu. Namun setelah membeli hak kelola Talisman Energy Inc senilai US$ 8,3 miliar, perusahaan asal Spanyol itu kini memiliki 36% dari blok tersebut.
ConocoPhilips mulai mengelola blok tersebut sejak 2002 setelah mengakuisisi Gulf Resources. Kontrak Blok Corridor berakhir 19 Desember 2023. Adapun, ConocoPhilips sudah mengajukan proposal perpanjangan kontrak di Blok Corridor pada akhir bulan September.
(Baca: ConocoPhillips Ajukan Perpanjangan Blok Corridor)
Selain ConocoPhillips, Pertamina mengajukan proposal mengelola Blok Corridor ke Kementerian ESDM. Hingga berita ini diturunkan Pertamina belum memberikan keterangan mengenai skema yang diajukan dalam proposal tersebut.
Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), selama semester I-2018 produksi siap jual (lifting) gas bumi ConocoPhilips di Blok Corridor mencapai 841 mmscfd dari target 810 mmscfd. Hingga akhir tahun diprediksi hanya 798 mmscfd.