Batalnya rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium ternyata berdampak pada keuangan PT Pertamina (Persero). Perusahaan pelat merah diperkirakan akan menanggung rugi karena harus membayar selisih harga keekonomian dengan yang dijual ke masyarakat.

Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Inas N. Zubir mencoba menghitung beban yang harus ditanggung Pertamina saat ini. Indikator yang digunakan adalah Mean of Platts Singapore (MOPS), nilai tukar rupiah dan pajak.

Menurut Inas, Pertamina dalam menghitung harga bensin Premium atau RON/Mogas 88 berdasarkan rata-rata tiga bulan sebelumnya. Adapun, rata-rata harga MOPS Mogas 92 pada periode Agustus 2018 hingga Oktober 2018 sebesar US$ 88.67 per barel.

Sementara itu, patokan harga MOPS Mogas 88 periode yang sama adalah MOPS Mogas 92 dikurangi US$ 2.5. Jadi, acuan MOPS untuk Premium yang digunakan Pertamina adalah US$ 86,17 per barel.

Untuk menghitung harga Premium juga perlu acuan nilai tukar karena 55% kebutuhan minyak diimpor. Rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (kurs) sejak Januari 2018 hingga Maret 2018 mencapai Rp. 14.700 per US$.

Jadi, menggunakan acuan itu, harga pokok Premium adalah Rp 7.966,70 per liter. Angka itu diperoleh dari perkalian MOPS sebesar US$ 86,17 per barel dengan nilai tukar rupiah sebear Rp 14.700 per liter. Lalu dibagi 159.

Namun, harga itu belum termasuk pajak. Jika ditotal, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10% dan PBBKB 5% dari harga pokok tersebut, maka diperoleh angka Rp 1.195. Kemudian harga itu ditambah biaya distribusi plus penyimpanan adalah Rp. 830 per liter.

Alhasil, harga keekonomian Premium bulan Oktober 2018 seharusnya adalah Rp 9.991,70 per liter. Sedangkan harga Premium di Jawa, Madura dan Bali sekarang ini adalah Rp. 6.550 per liter.

Jadi Pertamina tekor Rp. 3,441.70 per liter. “Pemerintah perlu melakukan penyesuaian agar tidak membebani Pertamina,” kata Inas kepada Katadata.co.id, Kamis (11/10).

Menurut Inas, keberpihakan kepada masyarakat memang penting, tapi menjaga agar Pertamina tidak bangkrut juga sangat penting. Itu karena keberadaan Pertamina untuk memenuhi kepentingan masyarakat dalam hal BBM.

(Baca: Arahan Presiden, Harga BBM Premium Batal Naik)

Direktur Pemasaran Retail Pertamina Mas'ud Khamid pernah mengatakan hingga Juli lalu, capaian konsumsi Premium sudah mencapai 5,8 juta kilo liter (KL). Adapun, kuota penyaluran Premium yang diberikan BPH Migas ke Pertamina tahun ini sebesar 11,8 juta KL, perinciannya, 4,3 juta KL untuk Jawa, Madura dan ali (Jamali) dan 7,5 juta KL untuk diluar Jamali.

Sementara itu, Pertamina belum berkomentar mengenai angka tersebut. Hingga berita ini diturunkan Vice President Corporate Communication Pertamina Adiatma Sardjito belum membalas pesan yang disampaikan.